Tahun 1991, Pemerintah RI Nyaris Batalkan Keberangkatan Haji
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendudukan Irak atas Kuwait pada 1990 nyaris memicu perang besar. Pasukan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat (AS) mepersiapkan perang besar melawan Irak dengan memanfaatkan Arab Saudi sebagai pangkalan. Terminal haji di Jeddah dijadikan pusat logistik dan persenjataan oleh pasukan sekutu.
Buku Sejarah Haji dari Masa ke Masa yang diterbitkan Kementerian Agama pada 2012 menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia mengantisipasi kemungkinan terburuk untuk perhajian pada 1991. Bahkan, Menteri Agama Munawir Sjadzali menyatakana ada kemungkinan terulangnya fatwa tidak wajib haji (fatwa KH Hasyim Asyari tahun 1945) jika perang Teluk terjadi.
Pasalnya, saat itu penerbangan sudah meminta tambahan biaya asuransi perang sebesar USD 60 untuk antisipasi itu. Tarif penerbangan haji naik dari USD 1.500 menjadi USD 1.760 karena adanya kenaikan harga avtur sebesar 44 persen. Jumlah jamaah haji tahun itu terdaftar 79.373 jamaah, dengan biaya sebesar Rp 6 juta untuk haji biasa dan sekitar 4.600 jamaah ONH Plus (haji khusus).
Namun, perang tidak terjadi karena Irak mundur dari Kuwait atas desakan beberapa negara Arab. Bahkan, musim haji tahun 1991 itu menjadi catatan sejarah tersendiri untuk perhajian Indonesia.
Pasalnya, Presiden Soeharto dan Ibu Tien Soeharto menunaikan ibadah haji. Hal ini menepis anggapan waktu itu soal agama ibu negara. Presiden Soeharto bahkan mendapat kehormatan tambahan nama dari Raja Fahd, yaitu Muhammad Soeharto dan Siti Fatimah Soehartinah untuk Ibu Tien.