Perawat Muslim Inggris Meninggal Setelah Tertular Corona
Perawat Muslim tersebut tidak memiliki riwayat penyakit.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang perawat Muslim Inggris, Areema Nasreen (36 tahun) meninggal dunia pada Jumat (3/4) waktu setempat setelah jatuh sakit akibat virus corona atau Covid-19. Meninggalnya perawat ini merupakan kasus terbaru dalam serangkaian kematian di Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) akibat virus.
Dilansir Anadolu Agency, Sabtu (4/4), enam dari delapan korban di NHS sejauh ini adalah Muslim dengan latar belakang Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Ibu tiga anak ini tidak memiliki riwayat penyakit yang mendasarinya dan meninggal di rumah sakit Walsall Manor, Inggris barat-tengah, tempat dia bekerja selama 16 tahun.
Nasreen mulai bekerja di rumah sakit sebagai pembantu rumah tangga dan asisten kesehatan, sebelum menyelesaikan studinya untuk menjadi perawat. Nasreen memenuhi syarat pada Januari lalu dan bekerja sebagai perawat di unit medis akut.
Muslim Inggris lainnya yang telah meninggal karena virus corona di garis depan perjuangan NHS melawan wabah tersebut adalah Mohamed Sami Shusha (79) seorang konsultan histopatologi; Alfa Saadu (68) seorang spesialis kedokteran geriatri; Amged el-Hawrani (55) konsultan telinga, hidung, dan tenggorokan; Habib Zeidi (76) seorang dokter umum, dan Adil el-Tayar (64) seorang ahli bedah.
Menurut catatan pemerintah, ada lebih dari 1,2 juta orang yang bekerja untuk Layanan Kesehatan Nasional pada Maret 2019. Data itu menunjukkan secara keseluruhan, 79,2 persen dari mereka yang etnisnya dikenal berkulit putih dan 20,7 persen berasal dari latar belakang etnis lain, termasuk Asia, kulit hitam, China, campuran, dan latar belakang lainnya.
Namun, ketika melihat angka-angka hanya untuk peran medis, daripada juga termasuk peran non-medis, jumlah staf kulit putih turun menjadi 55,6 persen dan jumlah staf etnis minoritas naik menjadi 44,4 persen. Sejak muncul di Wuhan, China, Desember lalu, corona virus novel telah menyebar ke setidaknya 181 negara dan wilayah.
Data yang dikumpulkan oleh Johns Hopkins University yang berbasis di AS menunjukkan infeksi di seluruh dunia melonjak melewati satu juta, dengan lebih dari 58 ribu kematian. Lebih dari 225 ribu orang telah pulih.