Tiga Dokter Muslim di Inggris Meninggal karena Covid-19

Ketiganya menjadi dokter pertama yang meninggal karena Covid-19.

EPA
Tiga Dokter Muslim di Inggris Meninggal karena Covid-19. Orang-orang menjaga jarak di bangku di Taman St Jame, London, Inggris.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Tiga dokter Muslim di Inggris meninggal karena Covid-19 dalam waktu sepekan. Berita nahas ini muncul di tengah laporan staf Layanan Kesehatan Nasional yang memungkiri alat perlindungan dasar (APD) untuk melaksanakan tugas mereka.

Menurut laporan media, para praktisi medis ini adalah imigran berlatar belakang Muslim. Spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan kelahiran Sudan Amged El Hawrani meninggal di Leicester, Inggris tengah, setelah ia dinyatakan positif mengidap penyakit Covid-19.

Pria berusia 55 tahun itu telah menggunakan alat penopang hidup selama hampir dua pekan. Kepergian Hawrani diikuti oleh ahli bedah Sudan Adel El Tayar dan Habib Zaidi, dokter umum asal Pakistan.

El Tayar, berusia 63, sebelumnya bekerja di Sudan dan Arab Saudi. Ia kembali ke Inggris untuk membantu badan kesehatan nasional (NHS) mengatasi pandemi Covid-19.

"Dia ingin pergi ke tempat yang paling berguna baginya dalam krisis. Itu tipikal sepupuku. Selalu bersedia membantu, selalu dengan senyum," ujar sepupu El Tayar, Zeinab Badawi, dikutip di Alaraby, Selasa (31/3).

Zeinab menyebut hanya perlu 12 hari bagi dokter ini untuk beralih dari dokter yang tampak bugar, cakap, serta bekerja di rumah sakit yang sibuk, menjadi berbaring di kamar mayat rumah sakit. Penghargaan diberikan untuk membalas jasa ketiga dokter ini.

Baca Juga


Banyak yang menyebut upaya yang mereka lakukan bertentangan dengan penggambaran negatif yang sering muncul di media Inggris, tentang Muslim dan imigran.

"Lain kali jika Anda berpikir tentang atau mengatakan 'orang asing keturunan' atau 'Muslim', ingat ini. RIP. Nama tiga dokter pertama yang meninggal melindungi orang-orang Inggris dari Covid-19, Amged el-Hawrani, Adel el-Tayar, Habib Zaidi," tulis seorang pengguna Twitter.

"Tiga dokter NHS telah meninggal dunia karena Covid-19: Adel El-Tayar, Amged El-Hawrani, dan Habib Zaidi. Tidak ingin mendengar umat Muslim dikuliahi tentang 'nilai-nilai Inggris' lagi," tulis yang lainnya.

Bos dan dokter rumah sakit pada Kamis (26/3) lalu, memperingatkan akan banjir 'tsunami' pasien Covid-19 di London. Inggris diminta bersiap untuk puncak kasus-kasus dan pemerintah menghadapi desakan segera memberikan spesialis kit dan tes untuk petugas kesehatan garis depan.

Para ilmuwan telah memperingatkan ribuan ventilator baru mungkin terlambat tiba di Inggris. Sementara itu pemerintah mengatakan gagal untuk bergabung dengan skema Eropa dalam meningkatkan kapasitas karena komunikasi yang tumpang-tindih.

Inggris awalnya mengadopsi pendekatan dengan sentuhan ringan untuk wabah ini. Namun, sejak kasus yang dikonfirmasi dan jumlah kematian meningkat, pemerintah memberlakukan tindakan yang lebih keras, termasuk termasuk karantina wilayah selama tiga pekan.

Kepala Eksekutif Penyedia Layanan NHS, yang memegang kepercayaan kepala rumah sakit di bagian penyedia layanan kesehatan yang dikelola pemerintah, mengatakan telah terjadi ledakan permintaan di ibu kota. Kepada Radio BBC, Chris Hopson mengatakan bos rumah sakit mengatakan ada gelombang demi gelombang penerimaan pasien yang sakit parah. Lonjakan jumlah lebih tinggi diperkirakan terjadi dalam beberapa minggu mendatang.

"Kata yang sering saya gunakan adalah semacam tsunami berkelanjutan," ujarnya.

Statistik resmi yang dikeluarkan pemerintah dianggap hanya mewakili sebagian kecil dari jumlah sebenarnya infeksi di Inggris. Ini karena hanya mereka yang dibawa ke rumah sakit dengan gejala Covid-19 yang parah dan menjalani tes.

Petugas kesehatan garis depan mengatakan kurangnya alat pelindung diri (APD), serta pengujian Covid-19 yang tidak memadai untuk petugas medis, membuat mereka dan pasien dalam risiko. "Jika rumah sakit ingin selamat dari wabah ini, kami sangat membutuhkan pakaian pelindung yang memadai. Kalau tidak, kami adalah 'domba yang akan disembelih'," tulis seorang dokter di surat kabar The Daily Mail.

Pemerintah mengatakan telah mengirimkan 7,5 juta buah APD dalam 24 jam terakhir. Tetapi, Hopson mengatakan staf yang absen hingga 50 persen, memperburuk krisis di London.

NHS memiliki akses ke sekitar 8.000 ventilator. Pemerintah juga telah memesan 8.000 lebih untuk alat tersebut. Juru bicara Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan ribuan alat ini diharapkan tiba dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler