Polisi Kerahkan Babinkamtibas Beri Imbauan di Tingkat RT/RW

Babinkamtibmas dan Babinsa TNI bersama RT dan RW bisa melakukan sosialisasi.

Republika TV/Fian Firatmaja
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus
Rep: Flori Sidebang Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polda Metro Jaya siap mengawasi Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) hingga ke skala terkecil seperti RT dan RW. Bintara Pembina Keamanan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) di masing-masing Polsek yang ada di wilayah hukum Polda Metro Jaya akan menjadi garda terdepan.

Baca Juga


Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus mengatakan, hal itu untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19. “Babinkamtibmas ujung tombak kami yang paling terdepan,” kata Yusri saat dihubungi Republika, Senin (6/4).

Tidak hanya itu, sambung Yusri, Polda Metro Jaya juga akan bergerak bersama-sama dengan seluruh pihak terkait, seperti Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI, pemerintah daerah setempat, dan juga pimpinan RT serta RW. Dia menjelaskan, Babinkamtibmas serta seluruh pihak itu akan melakukan sosialisasi mengenai upaya pencegahan penyebaran virus corona dengan PSBB.

“Babinkamtibmas dan Babinsa TNI bersama dengan pak RT dan RW, mereka terdepannya yang langsung ke jalan-jalan, sambang-sambang secara preventif menyosialisaasi, preemtif memberi imbauan-imbuan, mengingatkan masyarakat tentang physical distancing. PSBB kan di dalamnya termasuk physical distancing dan social distancing,” ujar Yusri.

Selain itu, jelas dia, berbagai imbauan juga dilakuakan dengan memasang spanduk di setiap RT/RW dan melalui media sosial seperti Instagram dan Twitter. “Kita buat hastag-hastag di rumah saja melalui media sosial yang kita gerakkan, baik dari pimpinan-pimpinan yang bicara, teman-teman artis, maupun tokoh masyarakat. Ini salah satu upaya untuk memutus mata rantai (penyebaran virus corona),” papar dia.

Seorang warga melintas di depan portal jalan yang ditutup di Komplek Pondok Jaya, Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (30/3/). Komplek tersebut mulai memberlakukan akses satu pintu masuk utama dan menutup pintu lainnya untuk mematuhi kebijakan pemerintah dalam penanganan penyebaran virus Corona (COVID-19) - (Prayogi/Republika)

Yusri menjelaskan, ada tiga langkah yang dilakukan kepolisian sebagai upaya mengajak masyarakat untuk mencegah penyebaran virus corona. Pertama, langkah preemtif, yakni memberikan imbauan kepada masyarakat.

Kemudian, langkah kedua, yaitu preventif. Polisi melakukan patroli dan menegur masyarakat yang masih berkumpul. “(Sosialisasi dilakukan) pagi, siang, sore, dan malam. Kami bersinergi dengan masyarakat terus-menerus sampai pandemi ini hilang,” jelasnya.

Langkah terakhir adalah penegakan hukum atau represif bagi masyarakat yang tidak mengindahkan imbauan untuk menjaga jarak sosial. Yusri menuturkan, polisi dapat menindak masyarakat yang nekat berkumpul di tengah wabah virus corona, meskipun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum menetapkan status PSBB di wilayah Jakarta.

“Enggak (perlu menunggu status PSBB untuk menindak warga yang berkumpul), kan kan sebelum PSBB kita sudah jalan (patroli untuk membubarkan warga yang berkerumun), dari kemarin sudah jalan,” tutur dia.

Seorang warga duduk di antara pertokoan yang tutup di Pasar Baru, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Sebagian besar pertokoan menutup usahanya sesuai edaran pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau COVID-19 - (Antara/Wahyu Putro A)

Yusri mengungkapkan, polisi menggunakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan Pasal 212 KUHP, 216 KUHP, dan 218 KUHP sebagai dasar hukum untuk menindak warga yang tidak mengindahkan imbauan polisi. Meski demikian, Yusri menuturkan, kepolisian akan terlebih dahulu mengedepankan upaya persuasif, sebelum membubarkan masyarakat yang berkumpul.

Jika masyarakat menolak atau melawan, kata dia, maka polisi tiddak akan segan menindak sesuai dengan hukum yang berlaku. “Yang kita lakukan selama ini kan sudah persuasif, humanis, kita secara preemtif imbauan, kita patroli. Tapi jika tiga kali mengabaikan, kita kenakan pasal itu,” jelas Yusri.

Yusri menambahkan, dalam Pasal 93 UU Nomor 6 tahun 2018, masyarakat yang nekat berkerumun dan melanggar aturan terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar dapat dikenakan sanksi berupa kurungan penjara selama satu tahun dan denda Rp 100 juta. "Kalau setiap orang tidak mematuhi penyelenggara kebijakan, maka bisa dipidana 1 tahun atau denda Rp 100 juta," imbuhnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler