Dampak Virus Corona, Ekuador Kekurangan Peti Mati
Ekuador siapkan pemakaman darurat untuk mengurangi kekurangan lahan.
REPUBLIKA.CO.ID, GUAYAQUIL -- Pemerintah Ekuador sedang mempersiapkan pemakaman darurat di tanah yang disumbangkan oleh pemakaman pribadi di Guayaquil, kota terbesar di negara itu.
Hal ini untuk mengatasi kekurangan lahan pemakaman ketika pandemi virus Corona melanda negara Andean tersebut.
Pada Selasa, Ekuador tercatat memiliki 3.995 kasus yang dikonfirmasi. Setidaknya ada 220 kematian yang dilaporkan secara resmi. Selain itu 182 orang juga dilaporkan meninggal terkait dengan virus itu.
Wabah ini telah memicu kekurangan peti mati kayu yang membuat beberapa orang memakamkan kerabat mereka dalam kotak kardus yang disumbangkan oleh pemakaman.
Antrean panjang mobil yang membawa peti mati menunggu di luar pemakaman pribadi di seluruh kota minggu ini, ketika keluarga menunggu berjam-jam untuk dapat memakamkan kerabat mereka yang sudah meninggal.
Wabah telah membuat rumah sakit dan layanan darurat kewalahan dengan beberapa keluarga menyimpan jenazah di rumah mereka selama berhari-hari.
Pemerintah, yang pekan lalu mulai menyimpan jenazah korban virus Corona dalam pendingin raksasa sampai pemakaman dapat dipersiapkan. Jasad itu akan dikuburkan di pemakaman di Guayaquil utara, yang memiliki kapasitas sekitar 2.000 plot.
Jorge Wated, yang mengoordinasikan pemakaman, mengatakan pemerintah akan menerbitkan panduan di internet untuk memastikan kerabat tahu di mana orang yang mereka cintai dimakamkan.
"Di pemakaman, mereka akan dimakamkan orang per orang, tanpa dikenai biaya," kata Wated.
Kota Guayaquil juga mengatakan akan menyiapkan dua pemakaman umum dengan kapasitas sekitar 12.000 plot.
Presiden Lenin Moreno mengatakan pekan lalu bahwa sekitar 3.500 orang dapat meninggal akibat virus corona di Provinsi Guayas, lokasi 68 persen dari kasus infeksi Coro di negara itu.
Di antara yang tewas sejauh ini adalah tujuh perawat. Menurut Sekolah Tinggi Perawat Guayas sekitar 147 perawat telah terinfeksi dan 120 telah mengundurkan diri karena takut tertular.
"Setiap hari, jumlah staf menurun," kata Lilia Triana, presiden organisasi itu.