Rumah Sakit pun Bisa 'Sakit'

Industri layanan mengalami pukulan paling berat bahkan sudah mulai ada gelombang PHK.

Dokumen.
Agus Samsudin, Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah.
Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Samsudin
Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah

Sebulan belakangan ini, rumah sakit sibuk dengan topik utama yaitu penanganan Covid-19. Dibahas setiap saat baik di media cetak, elektronik, televisi, dan menjadi pembicaraan sehari-hari di rumah. Ada ODP, PDP, suspect, confirm.

Kekurangan APD, meninggalnya pasien dan petugas medis serta  PPBS yang menjadi perdebatan publik. Indonesia prihatin dan berduka karena meninggalnya mereka yang terinfeksi termasuk para dokter dan petugas medis, semoga Allah SWT memberikan ampunan dan dimasukkan dalam surga-Nya.

Dampaknya pun sudah mulai dirasakan oleh semua pihak-orang disarankan tinggal di rumah, kerja dari rumah sehingga aktivitas di luar berhenti, otomatis transaksi berkurang dan omzet turun drastis. Industri layanan mengalami pukulan paling berat bahkan sudah mulai ada gelombang pemutusan hubungan kerja.

Tidak terkecuali rumah sakit. Survei singkat rerata penurunan pendapatan berkisar antara 30 persen -50 persen. Singkatnya, dampak Covid-19 memang dahsyat!

Kondisi di atas, tidak terbayangkan pada Desember karena kita masih mencanangkan bisnis tumbuh di atas 10 persen. Januari dan Februari pun lumayan bagus apalagi pembayaran BPJS relatif lancar.

Maret seolah menjadi kiamat dengan datangnya Covid-19 yang selama sebulan mengacak-acak kehidupan. Welcome to disruption. Welcome to crisis.

Tanpa bermaksud menafikan segala upaya kemanusiaan pegiat kesehatan, saya mengajak para direksi dan manajer rumah sakit untuk menyikapi keadaan ini dengan bijaksana. Mengapa ini penting? Pertama, dampak Covid-19 menerpa semua sektor sendi kehidupan, jadi bukan hanya kita rumah sakit saja. Kita tidak sendiri dan semua orang menghadapi masalah yang sama.

Bahkan rumah sakit menjadi garda depan penanganan pandemi ini. Kedua, krisis ini akan berlangsung dalam jangka waktu tertentu, beberapa perkiraan akan berakhir di Agustus. Perlu atur waktu dan sumber daya dengan baik.

Ketiga, Covid-19 adalah salah satu topik dalam perjalanan bisnin tahun ini. Jangan sampai energi kita habis untuk Covid dan melupakan faktor kesehatan organisasi secara keseluruhan. Bisa saja rumah sakit ambruk dan payah secara finansial. Untuk itu perlu upaya jangka pendek dan upaya jangka menengah. 

Beberapa waktu lalu saya bagikan tips dari senior saya Pak Budi Isman. Ada tujuh step menghadapi krisis, yaitu (1) review situasi dan kategori, (2) selamatkan omzet, (3) kelola biaya-efisiensi, (4) jaga cashflow, (5) tunda investasi, (6) bangun team, dan (7) siap untuk masa lebih baik. Saya tidak akan membahas secara detil karena sudah cukup jelas.

Ketujuh tips di atas bisa diringkaskan dalam tiga tahap. Memahami situasi adalah sangat penting. Perlu dilakukan review bagaimana kondisi industri saat ini, berapa lama, apa faktor-faktor yang berpengaruh. Dampak terhadap rumah sakit dari sisi pendapatan, kondisi ketenagakerjaan baik jumlah maupun kualitas, bagaimana dampak terhadap keuangan.

Apa yang akan terjadi kalau krisis ini berlangsung 3 atau 6 bulan. Apa dampak Ramadhan dan Lebaran. Berapa lama keuangan bisa bertahan? Pendeknya perlu faham dengan kondisi sekarang. Ibarat dokter, perlu diagnose untuk memahami kondisi pasien.

Tahap berikutnya adalah action, bertindak apa saja yang perlu dilakukan? Ibarat kata obatnya. Dalam bisnis berlaku persamaan yang sederhana. Pendapatan – Biaya = Keuntungan. Itulah yang harus dipertahankan.

Bagaimana caranya di ujung tahun kita masih ada sisa alias untung supaya bisnis bisa jalan terus. Perlu ide kreatif untuk memikirkan cara baru dalam meningkatkan pendapatan, bisa melalui daring, bisa juga terobosan yang aneh, bekerja sama dengan mitra lain maupun edukasi yang ujungnya ada pemasukan uang.

Tidak kalah pentingnya adalah melakukan efisiensi, pos mana saja yang bisa dikurangi-mulai dari yang paling besar. Tunda seluruh investasi. Pada saat seperti ini ibaratnya setiap rupiah efisiensi menjadi sangat berarti. Tidak boleh dlupakan adalah menjaga cashflow. Kalau saya jadi bagian keuangan akan saya pelototi duit masuk dan duit keluar setiap hari, ya setiap hari.

Aspek terakhir adalah aspek manusia. Biasanya dalam keadaan krisis bisa berimbas pada krisis kepercayaan, saling menyalahkan dan saling menunggu. Di sini perlunya dibangun rasa kebersamaan, peningkatan aspek mental spiritual supaya karyawan tetap optimistis sekalipun dalam masa sulit.

Training internal perlu digalakkan, pembuatan SOP jika diperlukan. Pemimpin perlu membangun optimisme bahwa badai akan berlalu dan siap untuk menjemput kesuksesan baru setelah pandemi. Bukankah setiap kesulitan akan diikuti oleh kemudahan?

Jadi, tetap semangat menangani Covid-19 sebagai tugas kemanusiaan dan jangan lupa untuk tetap melakukan langkah jangan menengah dan mengantisipasi semua dampak krisis.  Karena kalau kita gagal melewati krisis ini maka bisa jadi rumah sakit kita yang 'sakit'.
   


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler