Ini Alasan Prabowo Sempat #KaburAjaDulu Menurut Sang Ayah

Prabowo sempat kabur karena tak ingin jadi kambing hitam.

Prabowo Subianto/Facebook
Foto dari 1965, saat Prabowo Subianto berusia 14 tahun. Ia pada masa-masa itu tengah berada di mancanegara.
Red: Fitriyan Zamzami

JAKARTA -- Tagar #KaburAjaDulu meramaikan media sosial belakangan. Bukan rahasia, Presiden Prabowo Subianto juga salah satu dari mereka-mereka yang pernah “merantau” ke mancanegara. Ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, sempat mengungkapkan alasan anaknya pergi dari Tanah Air.

Baca Juga


Hal itu disampaikan Soemitro pada tahun 2000 menjelang Prabowo memberi kesaksian soal 'keterlibatannya' dalam kerusuhan Mei 1998. Kesaksian pada masyarakat itu, seperti dikatakan Soemitro diwujudkan dengan penerbitan 'buku putih' tentang peristiwa 13 Mei itu. 

''Bowo (Prabowo --Red) akan berikan kesaksian dan dia akan mengungkapkan -- menurut versinya -- tentang peristiwa kerusuhan yang sebenarnya terjadi pada waktu lalu,'' kata Pak Cum, panggilan akrab Soemitro, seusai menerima Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di kediamannya di Jakarta Selatan, seperti dilansir Harian Republika pada 10 Maret 2000.

Kesaksian tersebut, menurut dia, penting karena selama ini Prabowo selalu dijadikan kambing hitam jika ada gangguan stabilitas keamanan. Dan, secara pribadi Soemitro mengharapkan tudingan palsu terhadap Prabowo dapat dihilangkan, agar dia dapat hidup tenang dan bisa bermukim di Indonesia. 

Soemitro menegaskan, saat itu hikmah Prabowo ke luar negeri agar terhindar dari menjadi kambing hitam. ''Jika ia tetap di sini, lagi-lagi akan dituduh segala rupa. Kerusuhan di Jawa Timur, Ambon, Aceh, dan semua peristiwa yang tidak bisa dijelaskan, akan ditimpakan kepadanya. Ia akan selalu menjadi kambing hitam,'' ujar Soemitro.

Prabowo Subianto pada usia 12 tahun (berdiri kanan), bersama saudara dan kakek neneknya, Margono Djojohadikusumo dan Siti Katoemi Wirodihardjo. - (Wikimedia Commons)

Soemitro juga mengatakan pada dasarnya anaknya sangat berkeinginan untuk bermukim tetap di Indonesia. Namun, rencana itu tak akan direalisasikan dalam waktu dekat. Kala itu, sudah hampir dua tahun Prabowo hidup di luar negeri. 

Negara yang pertama ditujunya adalah Jordania. Bersamaan dengan itu dia memulai profesi baru sebagai pengusaha. Dan, sejak itu pula dia melanglang buana ke negara-negara Timur Tengah, Amerika, Singapura, Thailand, dan beberapa negara Eropa.

Menurut Soemitro, kepergiannya ke luar negeri itu karena Prabowo merasa terus dipojokkan. Mulai dari dikaitkannya dengan kasus penculikan aktivis, sampai pada dicurigainya dia sebagai orang yang terlibat pada kasus kerusuhan Mei 1998. Setidaknya itu bisa dilihat dari kesimpulan Tim Gabungan Pencari Fakta yang dibentuk Komnas HAM. 

Sekalipun diisukan macam-macam, Soemitro mengaku tetap bangga dengan putranya. Di mata ekonom senior itu, Prabowo adalah satu-satunya jenderal yang berani bertanggung jawab, meski harus mengorbankan harga diri dan kedudukannya. ''Tunjukkan mana ada jenderal seperti dia,'' kata Soemitro.

Prof Dr Soemitro Djojohadikoesoemo, sang begawan ekonomi Indonesia dan juga ayahanda Presiden Prabowo Subianto. - (dok ui)

Soemitro juga menyatakan meski Prabowo dituduh dengan tuduhan-tuduhan palsu, ia masih tetap jujur dan ksatria. ''Coba mana ada jenderal yang berani bertanggung jawab. Paling-paling mereka akan melemparkan tanggung jawab kepada anak buahnya," ujar Soemitro. 

Ia juga mengungkapkan Prabowo saat itu beberapa kali pulang ke Tanah Air, terakhir kali beberapa hari sebelum keterangan Soemitro di kediamannya tersebut. Namun demikian, tidak ada misi khusus kedatangannya ke Indonesia. Menurut catatannya, Prabowo pertama kali pulang 2 Januari 2000. Setelah beberapa hari di Indonesia, dia balik lagi ke luar negeri. 

Jejak sang Ayah...

 

Melanglang buana ke luar negeri sedianya sudah dirintis oleh ayahnya, Soemitro sedari muda. Pada usia 18 tahun, ia berangkat ke Belanda dan menyelesaikan pendidikan sarjana muda di Nederlandse Economische Hogeschool dalam waktu dua tahun tiga bulan. Ini merupakan rekor tercepat di universitas tersebut.

Soemitro kemudian menyelesaikan Bachelor of Arts pada 1937 dan Master of Arts pada 1940. Gelar doktornya di universitas yang sama diraih pada 11 Maret 1943 dengan disertasi berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie/Kredit Rakyat di Masa Depresi. Ia juga meraih gelar diploma dalam filsafat dan sejarah dari Universitas de Sorbonne di Paris, Prancis.

Pada penghujung Perang Dunia II, Soemitro kembali ke Indonesia. Tak lama di Tanah Air, ia kembali bertugas ke luar negeri sebagai delegasi Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Amerika Serikat. Soemitro ditugaskan menggalang dana dan dukungan internasional demi kemerdekaan Indonesia serta turut serta dalam Konferensi Meja Bundar.

Pasukan TNI dalam operasi melawan PRRI. - (Arsip Nasional)

Sekembalinya ke Tanah Air, Soemitro kemudian juga menjabat menteri keuangan. Pada akhir 1950-an, ia disebut terlibat dengan gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra yang memerjuangkan desentralisasi dari Jawa. Soemitro disebut ikut mendukung PRRI dari luar Indonesia dengan menggalang dana dan dukungan luar negeri. Sehubungan aksi Sukarno memberantas PRRI, Soemitro tetap di mancanegara. Ia  baru kembali ke Tanah Air pada 1967 setelah Orde Lama setelah diundang Soeharto.

Mengikuti sang ayah, Prabowo belasan tahun berkeliling dunia. Ia sempat tinggal di Singapura, Malaysia, Hongkong, Swiss dan Inggris. Ia kemudian mengikuti ayahnya kembali ke Indonesia pada 1967. Pendidikan sekolah menengah atasnya ia selesaikan di London. Tapi ia kemudian mengikuti persamaan di Indonesia pada 1968 untuk jurusan B.

Begitu lulus SMA pada 1970, ia mendaftar jadi mahasiswa fakultas ekonomi sekaligus pada tiga universitas, yakni Colorado, George Washington, dan Rhode Island di Amerika Serikat. Ketiga-tiganya diterima, namun ia justru memenuhi panggilan masuk Akabri bagian darat atau Akmil.

Sebagai taruna, ia dikenal sebagai taruna yang berani berbeda pendapat dengan instrukturnya. Di ketentaraan, ia kembali ke luar negeri. Berkat keenceran otaknya, ia terpilih untuk mengikuti pendidikan di US Army Special Forces di Fort Bragg AS pada 1980 di mana ia menjadi lulusan terbaik alias distinguished graduate. Ia juga lulus honor graduate ketika mengikuti pendidikan di US Army Infantry School di Fort Benning AS pada 1985. Prabowo juga pernah mengikuti pendidikan antiteror GSG-9 Gultor di Jerman Barat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler