Pejabat Kesehatan Israel Imbau Ibadah Ramadhan di Rumah

Pejabat kesehatan Israel khawatir ketika Ramadhan akan terjadi pertemuan massal.

AP Photo / Mahmoud Illean
Pejabat Kesehatan Israel Imbau Ibadah Ramadhan di Rumah . Pekerja menyemprot disinfektan di Kota Tua Yerusalem. SeIain pembatasan area publik, penyemprotan dilakuvan untuk mencegah penyebaran coronavirus.
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, BETLEHEM -- Pejabat Kesehatan dan Pertahanan Senior Israel memiliki kekhawatiran terhadap Ramadhan yang akan datang karena dapat menyebabkan peningkatan penyebaran virus corona di antara komunitas Muslim. Dilansir di Ynet News, Ahad (12/4), masalah ini diajukan ke Dewan Keamanan Nasional pekan lalu, dengan diskusi yang berfokus pada festival tradisional yang akan dimulai pada Mei.

Tradisi sahur,  pembelian banyak roti dan manisan jelang berbuka, dan ibadah lainnya akan meningkatkan kekhawatiran ketika Ramadhan akan terjadi pertemuan massal dan peningkatan penyebaran virus, bahkan jika masjid tetap ditutup.

Sama seperti rekan-rekan Yahudi mereka yang diperintahkan untuk tetap di rumah selama liburan Paskah. Kementerian Kesehatan akan mengeluarkan arahan serupa yang mendesak umat Islam di seluruh negeri untuk beribadah Ramadhan hanya dengan anggota keluarga terdekat di rumah masing-masing.

Beberapa pejabat memuji kesadaran yang tinggi di antara penduduk Arab terhadap bahaya Covid-19 dan kepatuhannya yang ketat terhadap arahan Kementerian Kesehatan. Mereka heran karena warga Palestina juga khawatir akan infeksi virus.

"Ini terutama berasal dari bagaimana Pemerintah Palestina telah menangani epidemi  dengan karantina  yang ketat dengan adanya tindakan kepolisian, bahkan sebelum Israel telah melakukan sesuatu yang sama," kata seorang pejabat senior yang hadir dalam diskusi itu.

Tidak seperti banyak pasien corona dengan gejala ringan, warga Palestina lebih memilih melakukan karantina sendiri di rumah. Sekitar 350 pasien Arab Israel baru-baru ini diminta dirawat di hotel karantina khusus yang dioperasikan oleh IDF Home Front Command.

Karena permintaan yang tinggi, tentara memutuskan meminta Carlton Hotel di Nahariya untuk merawat pasien corona. Mereka juga membantu pasien di Galilea utara, banyak dari mereka berasal dari komunitas Arab.

Saat ini, ratusan pasien Arab yang sudah dirawat di fasilitas serupa di Tel Aviv, Yerusalem, dan Israel utara. Dokter, pemimpin lokal dan politik dalam sektor Arab telah menyerukan kepada publik untuk tetap di rumah dan tidak pergi ke luar kecuali diperlukan. Sampai sekarang, ada 31 kasus yang dikonfirmasi di Jisr az-Zarqa, 32 di Umm al-Fahm, 18 di Baqa al-Gharbiyye, 16 di Jatt, 16 di Tamra, dan 23 di Daburiyya.  

Ketua Dewan untuk desa utara Iksal, Rafa Shalbi, di mana enam kasus virus corona telah dikonfirmasi sejauh ini, memblokir jalan menuju kotanya ke Daburiyya untuk mencegah orang bepergian. Patin Biadsa, yang mengepalai komite kesehatan untuk desa Baqa al-Gharbiyye, menguraikan bagaimana pihak berwenang bekerja keras mendeteksi kemungkinan infeksi dan membantu mereka yang perlu dites virus.

"Jika bukan karena upaya kami, akan ada lebih dari 18 kasus yang dikonfirmasi. Sayangnya, orang masih tidak menganggap serius arahan kesehatan masyarakat. Setiap hari, kami meminta warga untuk menghormati tindakan pencegahan dan tinggal di rumah untuk mengendalikan virus dengan lebih baik,"ujar Biadsa.

Masa terakhir ini banyak warga Muslim berdoa agar wabah ini akan berakhir pada bulan Ramadhan. Banyak yang mengatakan bahwa jika epidemi berlanjut, mereka tidak akan melanggar arahan dan menutup masjid.

Beberapa orang mengatakan ada bahaya bahwa banyak orang tidak akan mematuhi arahan kesehatan selama bulan Ramadhan, terutama mereka yang pergi di malam hari dan keluar larut malam.  Para pemimpin agama dan masyarakat menekankan mereka siap untuk skenario semacam itu dan berjanji membantu meningkatkan kesadaran publik dan jika polisi tidak dapat mengendalikan situasi. 

Pasukan polisi saat ini membangun pos pemeriksaan di pintu masuk ke desa-desa Arab, berpatroli di lingkungan dan memeriksa orang-orang dan kendaraan. Siapa pun yang ditemukan keluar dari rumah mereka karena alasan yang tidak penting akan diberi peringatan atau didenda.

Polisi juga menindak beberapa masjid dan toko-toko yang dibuka secara ilegal, membubarkan kerumunan di tempat kejadian dan menuntut penutupan segera daerah tersebut.  Anggota gugus tugas corona Kementerian Kesehatan Ran Balitzer mengatakan masih terlalu dini untuk memperkirakan ukuran penyebaran virus di populasi Arab.

"Ujian sesungguhnya adalah Ramadhan. Jika warga bertindak sesuai dengan arahan, kami akan melewati periode ini dengan damai. Karena ujian besar bagi umat Yahudi adalah Paskah, ujian besar warga Arab adalah bulan Ramadhan. Banyak usaha harus diupayakan dalam hubungan masyarakat sehingga wabah di komunitas ini tidak lepas kendali. Saya yakin bahwa populasi Arab melakukan tugasnya dan akan tetap sejalan dengan pembatasan sosial dan pencegahan pertemuan massa dan akan mencegah penyebaran yang tidak terkendali di desa mereka," jelas dia.

Meskipun angka terinfeksi masih agak rendah dilaporkan oleh Otoritas Palestina, para pejabat khawatir mereka akan kehilangan kendali atas wabah tersebut.

Palestina dipaksa menangani virus di dua lokasi yang terpisah dan tidak terkoordinasi, yakni Tepi Barat dan Jalur Gaza. Semua upaya berjalan lambat karena keretakan politik yang berkelanjutan antara faksi yang berkuasa di wilayah Palestina, Fatah di Tepi Barat dan Hamas di Gaza.

Hingga Ahad malam, ada 255 kasus yang dikonfirmasi dan dua kematian di Palestina dan hanya 13 kasus di Jalur Gaza tanpa kematian yang dilaporkan.  Namun pemerintah Palestina mengasumsikan angka sebenarnya jauh lebih tinggi mengingat Palestina hanya melakukan 17.250 tes sejauh ini dengan perbandingan 3.300 tes untuk setiap satu juta orang. Sebagai perbandingan, Israel telah melakukan 117 ribu tes sejauh ini dengan perbandingan 13.500 tes untuk setiap juta orang.

Baca Juga


 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler