Chatib: Skenario Terparah, Ekonomi RI Tumbuh 0,3 Persen

Pemerintah sebaiknya fokus mempertahankan konsumsi domestik untuk mendorong ekonomi.

Republika
Pertumbuhan ekonomi
Rep: Adinda Pryanka Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan Periode 2013-2014 Chatib Basri menyebutkan, ekonomi Indonesia tahun ini mampu tumbuh dalam rentang 0,3 persen hingga 2,2 persen. Skenario ini berdasarkan perhitungan dari Australian National University dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 dalam skala global.

Dalam skenario tersebut, Chatib menjelaskan, pandemi Covid-19 mampu menarik ekonomi Indonesia kontraksi 2,8 persen dari baseline. Artinya, merujuk pada realisasi pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 5,02 persen, ekonomi Indonesia tahun ini bisa melambat menjadi 2,2 persen.

Baca Juga


"Setidaknya tiga persen, ini skenario medium," ujarnya dalam sesi diskusi online bersama Foreign Policy Community Indonesia (FPCI), Senin (13/4).

Tapi, dengan skenario high severity atau dampak pandemi Covid-19 sangat signifikan terhadap global, maka ekonomi Indonesia mengalami kontraksi lebih dalam. Chatib mengatakan, penurunannya bisa mencapai 4,7 persen, sehingga diprediksi ekonomi hanya tumbuh 0,3 persen sepanjang 2020.

Chatib menggambarkan, dampak tersebut terbilang signifikan. Sebab, China yang menjadi negara awal terjadi wabah Covid-19 merupakan pusat produksi dunia. Misalnya saja, untuk produk komputer, elektronik dan optical product. Kontribusi ekspor China terhadap produksi komoditas tersebut mencapai 30 persen.

Poinnya, Chatib menekankan, China menjadi salah satu supplier penting di ekonomi global. "Ketika Cina terdampak, global chain disrupsi dan global procution menurun," kata ekonom senior tersebut.

Sementara itu, Kepala Ekonom dan Riset UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja lebih optimistis. Ia memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mampu tumbuh 2,5 persen dan rebound pada 2021 dengan pertumbuhan mencapai 3,7 persen.

Enrico menyebutkan, dari beberapa komponen Produk Domestik Bruto (PDB), pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami pukulan paling keras sepanjang 2020. Pertumbuhannya hanya mampu di kisaran tiga persen, turun dua basis poin dibandingkan dua tahun terakhir, yaitu lima persen.

Sementara itu, kinerja ekspor dan impor tidak jauh berbeda. Tahun ini, keduanya masing-masing diprediksi tumbuh nol persen dan kontraksi satu persen. Pada tahun lalu, realisasi ekspor adalah tumbuh negatif 1,0 persen, sedangkan impor kontraksi hingga 7,7 persen.

Untuk mempertahankan situasi ekonomi makro, Enrico menganjurkan, pemerintah sebaiknya fokus mempertahankan konsumsi domestik. Sebab, perannya mencapai 54 persen terhadap PDB. "Ini yang harus menjadi target utama," katanya.



Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler