Duka Umat Muslim Dunia Sambut Ramadhan Saat Pandemi Covid-19

Ramadhan merupakan momen kebersamaan tetapi harus dilalui dalam lockdown Covid-19.

Reuters/Nikola Solic
Ilustrasi Ramadhan
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Tahun ini seluruh umat Muslim di seluruh dunia akan menjalani Ramadhan di tengah pandemi virus corona. Kebijakan lockdown yang diterapkan di sejumlah negara membuat situasi Ramahdan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga


Ramadhan yang merupakan bulan suci dalam kalender Islam merupakan momen kebersamaan bagi keluarga, masyarakat, maupun komunitas. Ketika ramadan, masjid-masjid lebih ramai dari waktu biasanya. Sebagian besar umat Muslim menghabiskan waktu untuk beribadah, dan berbuka puasa bersama di masjid.

Namun kini, selama lockdown berlangsung masjid telah ditutup, dan jam malam telah diberlakukan. Pandemi virus corona jenis baru atau Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran bagi umat Muslim di seluruh dunia, terutama menjelang Ramadhan.

Salah satunya adalah warga Kota Aljir, Yamine Hermache (67 tahun). Ketika berbuka puasa di bulan Ramadhan, Hermache membuka pintu rumahnya bagi kerabat dan tetangganya untuk minum teh dan minuman dingin. Tapi, tahun ini dia khawatir tidak dapat menjamu kerabat dan tetangganya lagi untuk berbuka puasa bersama.

"Kita mungkin tidak mengunjungi mereka, dan mereka tidak akan datang. Virus corona membuat semua orang takut," ujar Hermache sambil menangis sedih.

Sementara itu, suami Hermache, Mohamed Djemoudi mengaku sedih karena tidak bisa melaksanakan shalat berjamaah dan shalat tarawih di masjid selama Ramadhan. Pemerintah Aljazair telah menutup seluruh masjid selama penerapan lockdown berlangsung.

"Saya tidak bisa membayangkan menjalani ramadan tanpa shalat tarawih," ujar Djemoudi.

Virus corona yang telah menyebar di seluruh benua di dunia telah menimbulkan ketidakpastian. Di sekitar pasar dan jalan-jalan di Kairo, Mesir yang biasanya ramai saat ini telah sepi karena pandemi virus tersebut. Para pedagang biasanya kebanjiran pembeli menjelang ramadan. Salah satu pemilik toko di sekitar masjid Al Sayeda Zainab, Samir El Khatib mengatakan, sejak pandemi virus corona menjalar tokonya menjadi sepi pembeli dan pendapatannya menurun drastis.

"Orang tidak ingin mengunjungi toko, mereka takut dengan penyakit ini. Ini adalah tahun terburuk yang pernah ada. Dibandingkan dengan tahun lalu, kini dagangan kami belum terjual seperempat pun," ujar El Khatib.

Selama Ramadhan, biasanya pedagang di jalanan ibu kota Mesir menjual kurma dan aprikot, serta buah-buahan manis untuk berbuka puasa. Selain itu, dinding-dinding kota dihiasi dengan menara lentera tradisional yang dikenal sebagai 'fawanees'.

Namun, tahun ini pemerintah telah memberlakukan jam malam dan melarang shalat berjamaah dan kegiatan lainnya. Dengan demikian, ramadan kali ini jalan-jalan di ibu kota Kairo sangat sepi dan tak ada lagi hiasan lentera yang berwarna-warni.

"Tahun ini tidak terasa atmosfer Ramadhan sama sekali. Saya biasanya datang ke pasar, banyak orang yang bermain musik, dan banyak orang yang duduk-duduk untuk menghidupkan kota," ujar seorang manajer di pasar saham Mesir, Salah Abdelkader (59 tahun).

Para pemilik restoran di Aljazair mencari cara untuk menawarkan menu buka puasa kepada yang membutuhkan ketika lockdown. Sementara, sebuah badan amal di Abu Dhabi biasanya mengadakan buka puasa bersama bagi para buruh dari Asia Selatan. Namun, tahun ini badan amal tersebut tidak yakin apakah harus menggelar buka puasa di tengah lockdown. Apalagi, masjid-masjid di Abu Dhabi telah ditutup.

Seorang insinyur dari India, Mohamed Aslam yang tinggal di sebuah apartemen bersama dengan 14 rekan lainnya kini menjadi pengangguran. Mereka telah dirumahkan sejak penyebaran pandemi virus corona. Terlebih, apartemen mereka dikarantina setelah seorang penghuni dinyatakan positif terinfeksi virus corona. Aslam yang tidak memiliki penghasilan hanya bisa mengandalkan pemberian bantuan makanan.

Sebuah badan amal di Senegal akan tetap melanjutkan program mereka untuk membagikan makanan berbuka puasa. Badan amal tersebut akan membagikan hidangan khas ramadan yakni 'ndogou', kue, kurma, gula, dan susu bagi mereka yang membutuhkan. Badan amal itu akan membagikan sajian berbuka puasa ke sejumlah pesantren ketimbang membagikannya di jalanan.

Sementara itu di Indonesia, sebagian besar penduduknya harus menahan diri untuk tidak mudik ke kampung halaman dan berkumpul dengan keluarga tercinta. Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini akan dijalani oleh penduduk Indonesia dengan berjauhan dari keluarga.

Seorang warga, Prabowo biasanya melakukan open house ketika Idul Fitri dan kerap menjamu orang-orang sekitarnya saat berbuka puasa. Dia mengatakan, ramadan dan Idul Fitri kali ini akan dirayakan dengan konferensi video melalui Zoom bersama keluarganya di kampung halaman.

"Saya khawatir dengan virus corona. Semua kebersamaan akan dirindukan. Tidak ada iftar (berbuka puasa) bersama, tidak ada shalat berjamaah di masjid, dan bahkan tidak ada kumpul-kumpul dengan teman," ujar Prabowo.

Menurut data Johns Hopkins University, jumlah infeksi kasus virus corona di dunia mencapai 2,4 juta dengan kasus tertinggi berada di Amerika Serikat (AS) yakni sebesar 759.467. Jumlah kematian global akibat Covid-19 sebanyak 164.938 orang dan 611.880 pasien dinyatakan sembuh. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler