PBB Desak Dunia untuk Segera Kembangkan Vaksin Covid-19

Negara-negara Afrika kekurangan anggaran dan kewalahan menangani pandemi Covid-19.

AP Photo/John Minchillo
Pembuatan vaksin. (Ilustrasi)
Rep: Idealisa Masyrafina Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendesak adanya aksi global untuk dengan cepat meningkatkan pengembangan dan akses ke obat-obatan, vaksin dan peralatan untuk memerangi pandemi Covid 19. Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (21/4) memperingatkan bahwa kebijakan memperlonggar pembatasan atau lockdown akan menyebabkan meningkatnya kembali wabah.

Majelis Umum PBB meminta Sekretaris Jenderal Antonio Guterres untuk bekerja dengan WHO dan membuat rekomendasi untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang adil dan tepat waktu untuk pengujian, pasokan medis, obat-obatan dan vaksin di masa depan, terutama di negara-negara berkembang.

Dilansir di AP, Selasa (21/4) disebutkan, para pejabat Afrika telah terang-terangan berbicara tentang perlunya pasokan medis di 54 negara di benua tersebut. Negara-negara di benua Afrika kekurangan anggaran kesehatan dan kewalahan menangani pandemi virus corona.

Bahkan menurut skenario terbaik, Afrika akan membutuhkan 44 miliar dolar AS untuk pengujian virus, alat pelindung diri dan pengobatan Covid-19. Semnetara untuk skenario terburuk, negara-negara Afrika membutuhkan dana sebesar 446 miliar dolar AS untuk penanganan Covid-19.

WHO mengatakan jumlah tempat tidur di unit perawatan intensif yang tersedia untuk mengobati pasien Covid-19 di 43 negara Afrika kurang dari 5.000. Perbandingannya adalah sekitar lima tempat tidur per 1 juta orang dibandingkan dengan 4.000 tempat tidur per 1 juta di Eropa.

Benua Afrika memiliki lebih dari 23 ribu kasus infeksi, termasuk lebih dari 1.100 kematian. Pihak berwenang minggu ini mulai meluncurkan peningkatan dramatis dalam pengujian, dengan tujuan menguji 1 juta orang selama empat minggu ke depan.

Banyak negara telah berjuang dengan ketimpangan yang seringkali ditimbulkan oleh virus ini, dan bagaimana memastikan setiap orang memiliki akses ke produk-produk pembersih yang diperlukan dan peralatan pelindung.

Di seluruh dunia, pemerintah mencari cara untuk mengurangi pembatasan atau lockdown, dalam upaya untuk membatasi dampak yang sudah dramatis terhadap ekonomi. Tetapi direktur regional WHO untuk Pasifik Barat, Dr Takeshi Kasai, mencatat setiap pelonggaran pembatasan harus dilakukan secara bertahap dan mencapai keseimbangan yang tepat antara menjaga orang sehat dan memungkinkan ekonomi berfungsi.

"Ini bukan waktunya untuk lalai. Sebagai gantinya, kita perlu mempersiapkan diri kita sendiri untuk cara hidup yang baru di masa mendatang," kata dr Kasai.

Di seluruh dunia, virus telah menginfeksi hampir 2,5 juta orang dan menyebabkan lebih dari 170 ribu kematian, menurut data Universitas Johns Hopkins. AS adalah negara yang paling terpukul, dengan hampir 788 ribu kasus infeksi dan lebih dari 42 ribu kematian.

Jumlah pandemi yang sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi, sebagian karena pengujian terbatas, kesulitan dalam menghitung orang yang tewas dan upaya sejumlah pemerintah untuk menyembunyikan tingkat penyebaran di negara mereka.

Baca Juga


sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler