Korporasi Ragu Terbitkan Sukuk Tahun Ini

Kupon surat utang korporasi sedikit lebih kompetitif dibanding suku bunga kredit bank

The middle east magazine online
Sukuk (ilustrasi)
Rep: Lida Puspaningtyas Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korporasi ragu menerbitkan surat utang, termasuk sukuk di tengah masa pandemi Covid-19. Ini akan membuat total penerbitan surat utang menurun tahun ini.

CIMB Niaga Syariah menjadi salah satu yang berencana menerbitkan sukuk tahun ini pada semester I. Namun, Direktur CIMB Niaga Syariah, Pandji P Djajanegara menyampaikan keraguan mengingat kondisi pasar yang tidak stabil.

"Peluncuran sukuk rencananya Juni, tapi kita lihat-lihat dulu nih yah, sekarang uncertainty-nya banyak sekali," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (22/4).

Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk ini sedang menjajaki penerbitan sukuk hijau atau sukuk Sustainable Development Goals (SDGs) tahun ini. Jika lancar, ini akan jadi sukuk hijau atau SDGs pertama di Indonesia yang dikeluarkan oleh bank syariah.

CIMB Niaga Syariah ingin menjadi pelopor sebagai bentuk komitmen pada sustainable finance. Sukuk ini hanya bisa ditanamkan di pembiayaan terkait ramah lingkungan, berkelanjutan, dan sesuai poin dalam SDGs.

Pandji menyampaikan, sukuk tersebut saat ini tetap dipersiapkan. Cukup banyak persiapan internal yang harus dilakukan karena ini sifatnya spesifik SDGs. Sambil perusahaan juga terus memperhitungkan kondisi pasar.

"Selain masih ada pandemi, belum tentu nasabah juga mau tarik pinjaman, harga bonds Indonesia lagi naik, ketidakpastian masih tinggi," katanya.

Manager Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Fikri C Permana menyampaikan penerbitan sukuk sebenarnya masih menarik jika dibandingkan pendanaan lain. Ia melihat kupon surat utang korporasi masih sedikit lebih kompetitif dibanding suku bunga kredit perbankan.

"Disamping itu, jangka waktu atau tenor pendanaan surat utang korporasi juga lebih panjang, disertai beberapa karakteristik lain yang juga dimiliki pasar surat utang," katanya.

Namun ini tetap akan tergantung pada kapasitas pasar menyerap instrumen. Fikri mengatakan ini tergantu pada sejumlah institusi yang biasanya banyak menyerap surat utang, seperti Dana Pensiun, Asuransi, Bank dan Manajer Investasi.


Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler