Menikmati Hari Pertama Ramadhan di Norwegia

Cuaca hangat sambut Ramadhan di Norwegia

Savitry Icha Khairunnsia.
Cuaca hangat dan cerah sambut Ramadhan di Norwegia.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Savitry Icha Khairunnisa, Penulis dan WNI Tinggal di Norwegia

Sahur pertama, anak saya, Fatih, bangun sendiri. Lucunya dia juga kaget sendiri, "Aku ngapain bangun, ya?"

Sahur kedua, Bunda yang membangunkan.

"Fatih, ayo bangun, sahur."

"Hmm? Maksudnya?"

"Ya sahur, Le... Makan sahur."

"O iya, sih. Pertanyaanku kok aneh," jawabnya ketika mulai sadar.

                             ******

Alhamdulillah sejauh ini puasa berjalan lancar. Hanya terasa ngantuk, yang sangat wajar.
 Ramadhan tahun ini di Norwegia jatuh di musim semi, di mana siang sudah mulai lebih panjang dibandingkan malam.

InsyaAllah di awal Ramadhan kami di Norwegia akan menjalani puasa selama 16,5 jam. Tiap hari durasinya bertambah 2-3 menit. Hingga di ujung Ramadhan nanti kami berpuasa 18,5 jam. 
Masih tetap panjang dibandingkan durasi normal. Namun alhamdulillah nggak selama tahun-tahun sebelumnya.

Di puncak musim panas beberapa tahun lalu, kami sampai berpuasa hampir 20 jam! Laparnya hilang. Hanya tersisa dahaga, kantuk, dan badan lemas terkiwir-kiwir. Alhamdulillah kami tetap hidup.

Alhamdulillah Allah kasih kekuatan untuk kaum Muslim di negara belahan utara, yang musim panasnya sangat panjang. Bahkan di wilayah yang semakin dekat dengan Kutub Utara, matahari tidak pernah betul-betul tenggelam selama musim panas (Juni - Juli). Tentu ada fatwa khusus dari para ulama untuk menentukan durasi puasa di tempat seperti ini.

Alhamdulillahdi kota tempat tinggal kami di Norwegia, Haugesund, termasuk di tengah Norwegia. Kalaupun puasa kami di musim panas tergolong sangat panjang, tapi bukan yang terlama. InsyaAllah masih manusiawi. Dan alhamdulillah selama ini kami tetap sehat wal'afiat dan semangat menjalani rangkaian ibadah Ramadhan.

Bagaimana kami membagi waktu dan menjaga stamina selama berpuasa lebih dari 16 jam selama sebulan, nanti saja saya ceritakan, ya.

Intinya, Ramadhan kali ini memang berbeda. Tidak ada kemeriahan di masjid. Biasanya masjid selalu ramai, terutama menjelang waktu berbuka. Meski hampir tengah malam, umat Muslim Haugesund semangat berkumpul, ngabuburit, berbuka, menikmati hidangan gratis dan lezat sumbangan jamaah, hingga melaksanakan tarawih hingga jauh malam.
Tahun ini semua tidak ada. Hening.

Kita semua, di manapun di dunia, sedang diuji kesabaran. Bagaimana menjaga spirit Ramadhan meski hanya di rumah bersama keluarga. Justru inilah kesempatan emas untuk mengeratkan lahir dan batin seluruh anggota keluarga.

24 jam berkumpul terus tanpa bisa keluar seenaknya, membuat orang jadi kreatif mencari solusi. Pengajian dan tadarrus bersama, saling bercerita, masak bareng, berbagi tugas rumah tangga.

Di atas itu semua, ada hikmah dari kondisi sekarang. Di mana kebanyakan kita terpaksa dikunci dan mengunci diri di rumah masing-masing. Pergi ke luar rumah hanya dilakukan jika ada keperluan yang betul-betul penting. 
Harusnya kita bisa lebih khusyuk dalam ibadah. Waktu tidak habis di jalan.

Di rumah pun tantangan kita juga tidak berkurang. Gimana caranya supaya nggak mati gaya di rumah. Gimana supaya waktu nggak cuma habis dengan gadget. 
Beli buku saya dan uji coba resep di dapur misalnya.

                           ******


Bulan Ramadhan kami kali ini di Norwegia, cuaca sangat bersahabat. Cerah dan cukup hangat. Padahal selama beberapa minggu terakhir selalu hujan, mendung, berangin, dingin.
 Lalu sehari menjelang Ramadhan, kami dihadiahi langit biru cerah dan awan putih yang indah sekali.

Semoga ini pertanda baik. Bahwa bumi sudah hampir selesai memulihkan dirinya, untuk kita semua. Untuk hidup yang lebih baik, lebih bersih, lebih sehat, lebih bersahabat dan menghargai alam.

Kehidupan yang bukan hanya memikirkan diri sendiri, tapi keberlanjutan generasi berikutnya di bumi yang hanya ada satu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler