Kasus Covid-19 Daerah Penyangga Jakarta Masih Tinggi
Covid-19 belum bisa berakhir di Jakarta bila di daerah penyangga masih tinggi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, mengatakan melihat pola data kasus terkonfirmasi Covid-19 di DKI Jakarta pada empat sampai lima hari terakhir, sudah pada posisi hampir puncak. Akan tetapi, menurut dia, kapan berakhirnya Covid-19 di Ibu Kota belum bisa dipastikan selama kasus di daerah penyangga masih tinggi.
"Kalau kita lihat data Jawa Barat misalnya, kabupaten/kota yang paling banyak kasus positif itu di Depok misalnya, selama di kota penyangga, di Bodetabek kasusnya masih tinggi maka kita tidak bisa pastikan kapan Jakarta ini akan selesai waktunya," ujar Hasanuddin saat dihubungi Republika, Senin (27/4).
Ia mengatakan, dari sisi pertumbuhan harian kasus Covid-19 di Jakarta memang cenderung melambat kendati masih ada beberapa penambahan kasus baru. Secara umum, tren kasus Covid-19 di Jakarta cenderung menurun, selama tidak melampaui rekor peningkatan kasus harian.
Ia mengatakan, Jakarta masih menjadi episentrum Covid-19 karena per 25 April 2020, 44,2 persen pasien Covid-19 di Indonesia berasal dari Jakarta. Kendati demikian, persentase itu menurun dari sebelumnya mencapai 70 persen.
Ia menjelaskan, penurunan kasus Covid-19 di Jakarta salah satunya efek dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ketika mobilitas orang berkurang, termasuk berkurangnya pergerakan antardaerah di Jabodetabek, membuat kepadatan penduduk juga berkurang.
Sehingga, potensi penyebaran virus corona menjadi berkurang. Selain itu, kata Hasanuddin, sejumlah warga juga sudah ada yang mudik sejak belum diterapkannya PSBB mengurangi penambahan kasus baru Covid-19 di Jakarta.
Namun, ia mengingatkan pemerintah untuk waspada terhadap peningkatan Covid-19 di luar Jakarta. Sebab, beberapa wilayah baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa menunjukkan kenaikan kasus Covid-19 yang cukup signifikan seperti Sulawesi dan Sumatra.
Di sisi lain, sebesar 31 persen kasus Covid-19 secara nasional berasal dari Pulau Jawa selain Jakarta. Penduduk Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah juga lebih banyak dibandingkan Jakarta yang berpotensi adanya penularan Covid-19 yang lebih besar.
"Jadi peluang untuk masih naik itu masih cukup tinggi. Jadi kita harus pandai membedakan antara memang di Jakarta turun ya kecenderungan, tapi secara nasional kita itu masih jauh dari puncak, masih naik terus posisinya," jelas dia.
Hasanuddin juga mengingatkan pemerintah agar tidak melemah dalam menangani Covid-19 saat kasus di Jakarta menurun. Menurutnya, lebih berbahaya ketika penambahan kasus Covid-19 terjadi di luar Jakarta karena ketersediaan fasilitas dan akses kesehatan.
"Pemerintah tidak boleh kendur, tidak boleh bias Jakarta, karena kalau kita lihat apa beberapa kasus terdahulu terlalu bias Jakarta, jadi ketika beres sudah dianggap persoalan selesai. Padahal jauh lebih berbahaya kalau terjadi di luar Jakarta karena fasilitas kesehatannya rendah terus juga akses masyarakat terhadap kesehatan juga jauh-jauh," jelas dia.
Hasanuddin menambahkan, beberapa analisis dan peneliti termasuk Alvara menyebutkan, kemungkinan puncak kasus Covid-19 pada pertengahan Mei sampai akhir Mei. Hal ini tentunya dibarengi sikap pemerintah yang konsisten memberantas virus corona, termasuk lebih transparan dalam mengungkapkan data pasien.
"Kalau kita lihat beberapa analisis dan peneliti termasuk kita juga itu kemungkinan di pertengahan Mei sampai akhir Mei itu terjadi puncak," kata dia.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, mengatakan jumlah kasus positif corona di DKI Jakarta mengalami penurunan signifikan. “Khusus DKI Jakarta perkembangan terakhir kasus positif telah alami perlambatan yang pesat. Dan saat ini telah mengalami flat dan kita doakan semoga tidak terlalu banyak kasus positif yang terjadi,” kata Doni, Senin.
Namun, sejumlah daerah tercatat mengalami kenaikan jumlah kasus positif Covid-19. Karena itu, ia meminta agar tiap kepala daerah bisa melakukan pendataan yang lebih maksimal terhadap para pendatang yang berpotensi melakukan penularan kepada masyarakat lainnya.
“Adanya sejumlah daerah kabupaten kota yang alami kenaikan jumlah kasus positif,” ujar Doni saat konferensi pers hari ini.
Para pendatang yang baru saja tiba di kampung halaman pun harus didata dan melakukan isolasi mandisi selama 14 hari serta melaksanakan protokol kesehatan. Doni meminta, langkah ini agar menjadi program prioritas bagi kepala desa maupun RT dan RW.