Ahli Sebut Corona Lebih Lambat Bermutasi Dibanding Influenza
Kecepatan mutasi juga menjadi pertimbangan dalam pembuatan vaksin.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sugiyono mengatakan virus SARS-CoV-2 lebih lambat mengalami mutasi dibandingkan dengan virus influenza. Sugiyono menuturkan ada korelasi antara semakin pendek genom maka kecepatan mutasinya semakin tinggi. Sebaliknya, semakin panjang ukuran genom maka semakin rendah kecepatan mutasinya.
"Di antara RNA virus, coronavirus sebetulnya cenderung lebih lambat mutasinya dibandingkan dengan infuenza virus," kata Sugiyono, Rabu (6/5).
Sebagai perbandingan, ukuran genom SARS-CoV-2 isolate Wuhan Hu-1 adalah 29.903 basa. Sedangkan ukuran genom H1N1 influenza virus adalah kurang dari setengahnya, yaitu sekitar 13.500 basa.
"Harapannya, lebih lambatnya mutasi SARS-CoV-2 ini memang disebut potensial untuk melakukan pengembangan vaksin dengan efektivitas yang lebih tahan lama, paling tidak dibandingkan dengan influenza virus," ujarnya.
Umumnya, virus yang memiliki material genetik berupa RNA memiliki kecepatan mutasi (mutation rate) yang tinggi dibandingkan dengan virus dengan material genetik DNA atau dibandingkan dengan organisme lain seperti bakteri dan protozoa.
"Secara general mutasi virus memang bagian dari siklus hidupnya," tuturnya.
Sugiyono menuturkan mutasi belum tentu berdampak pada karakteristik virus. Sebab, ada mutasi yang tidak selalu menyebabkan virus menjadi lebih infeksius atau lebih tinggi virulensinya. Itu dinamakan "silent mutation", yang berarti mutasi memang terjadi tetapi tidak memiliki efek pada karakteristik virus.
"Biasanya kalau mutasinya signifikan itu baru menimbulkan efek atau berpengaruh terhadap karakteristik virus tersebut," kata dia.
Kecepatan mutasi juga menjadi pertimbangan dalam pembuatan vaksin. Bagi virus yang cepat bermutasi, maka vaksin harus ditinjau dalam jangka waktu tertentu seperti vaksin influenza. Apabila efektivitasnya turun, maka vaksin influenza perlu diperbarui agar efektif memberikan proteksi terhadap yang divaksin.