Penampakan Komet Swan yang Diabadikan Observatorium Itera

Hingga akhir Mei 2020, Komet Swan akan menjadi target pengamatan.

dok. Humas Itera
Observatorium Astronomi Itera Lampung berhasil mengabadikan kemunculan Komet C/2020 F8 (Swan) dalam pengamatan teleskop Lunt Engineering 80 ED, jenis refraktor doublet akromatik pada Rabu (6/5) pukul 04.55.
Rep: Mursalin Yasland Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, LAMPUNG SELATAN --  Observatorium Astronomi Institut Teknologi Sumatra atau Itera Lampung (OAIL) mengabadikan kemunculan Komet C/2020 F8 (Swan). Kemunculan komet Swan diabadikan melalui engamatan  teleskop Lunt Engineering 80 ED, jenis refraktor doublet akromatik pada Rabu (6/5) pukul 04.55 WIB.

Komet tersebut diperkirakan semakin cerah dalam beberapa hari mendatang dan dapat diamati masyarakat. Pengamat OAIL Aditya Abdillah Yusuf menyatakan, Komet Swan oleh para astronom disebut komet terbaik yang bisa dilihat tahun ini.

Bahkan hingga akhir Mei 2020, Komet Swan akan menjadi target pengamatan, baik dengan alat ataupun mata telanjang. "Komet Swan diperkirakan melewati bumi paling dekat pada 13 Mei 2020 dan paling dekat dengan matahari pada 27 Mei 2020," kata Aditya dalam keterangan persnya, Jumat (8/5).

Baca Juga



Namun perlu diingat, kata dia, komet adalah benda langit yang sangat mudah berubah-ubah. Komet bisa berubah sangat cerah dan mudah diamati dengan mata telanjang, akan tetapi juga mungkin tiba-tiba memecah dan pudar sehingga sulit teramati.

Berdasarkan data, Komet Swan melesat dengan kecepatan 48.996 kilometer per detik akan melintasi bumi dalam perjalanannya mengorbit matahari. Komet ini kemungkinan berasal dari Oort Cloud, sebuah lokasi sekitar 100 ribu unit astronomi atau 100 ribu kali jarak bumi dan matahari.

Adit menambahkan, kebanyakan orang kerap menyebut komet sebagai bintang berekor. Namun sebenarnya Komet Swan bukanlah bintang. Secara keseluruhan ada miliaran komet yang mengorbit matahari.

Benda langit tersebut akan masuk ke dalam orbit karena gaya gravitasi Matahari. Setiap komet memiliki kesamaan yaitu batuan beku di intinya yang disebut nukleus. Bagian itu terukur berdiameter beberapa kilometer saja. Bagian ini berisi es, gas beku dan sedikit debu.

Dia mengatakan, sebuah komet akan menghangat dan mengembang menciptakan atmosfer atau coma seiring mendekat ke matahari. Panas matahari lalu akan membuat inti es pada komet berubah menjadi gas sehingga coma semakin besar atau berkembang hingga ratusan ribu kilometer.

Tekanan dari sinar dan angin matahari yang berkecepatan tinggi. Debu dan gas dalam coma yang tertiup menjauhi matahari itu bisa sangat panjang dan terang terdiri dari gas dan ion yang pada akhirnya masyarakat menjuluki sebagai bintang berekor.

Kepala UPT OAIL  Hakim L. Malasan mengatakan,  selain melakukan pengamatan Komet Swan, OAIL Itera juga selalu eksis menghadirkan citra obyek langit dan menyuguhkan edukasi astronomi bagi masyarakat luas. "Bagi masyarakat yang ingin mengetahui seputar hasil pengamatan OAIL juga dapat mengaksesnya melalui media sosial dan website OAIL," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler