Dedi Mulyadi: Hentikan PSBB karena Sudah tidak Efektif
Dedi mengusulkan PSBB diganti dengan karantina komunal berbasis RW dan desa.
REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menyampaikan agar penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah dihentikan karena sudah tidak efektif. "Saya mengusulkan PSBB diganti dengan karantina komunal berbasis RW dan desa," katanya dalam sambungan telepon dari Karawang, Ahad (10/5).
Ia mengatakan melalui karantina komunal, di setiap desa mulai tingkat RW disediakan tempat karantina, pos penjagaan, alat pelindung diri, ambulans dan alat pengukur suhu tubuh. Bahkan disarankan agar tes swab dilakukan di tingkat RW.
Dengan karantina komunal itu, setiap pengurus RW menutup sendiri daerahnya masing-masing sehingga saat ada orang yang masuk ke kampungnya diperiksa terlebih dahulu. Menurut dia, masyarakat desa dikenal mandiri dan mereka bisa menjaga kampungnya sendiri, membangun jalan sendiri, membangun pos ronda sendiri, dan bahkan bisa membuat sistem sendiri.
Konsep karantina komunal tersebut kini tengah dilaksanakan di Purwakarta. Dedi menyatakan kalau karantina komunal itu bisa jauh lebih efektif dibandingkan dengan PSBB yang kini diterapkan di sejumlah kabupaten/kota di tanah air.
Legislator dari Partai Golkar ini mengatakan PSBB kini sudah tidak efektif karena beberapa hal. Di antaranya, ada kebijakan pemerintah pusat yang melonggarkan transportasi.
Pelonggaran transportasi membuat interaksi orang semakin tinggi dan banyak. PSBB bertujuan menekan jumlah orang berinterkasi baik antar-individu maupun antar-wilayah.
Namun, lalu lintas mobil tetap bisa lolos pos pemeriksaan di tengah PSBB. Penjagaan ketat hanya dilakukan pada jam-jam tertentu.
Ia juga menyampaikan kalau PSBB tidak efektif karena aturannya terlalu panjang dan lama, sehingga berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat. Di sisi lain, ada kebijakan yang berbenturan, yakni PSBB dan kelonggaran transportasi.
Kondisi itu membuat masyarakat bingung. "Sektor ekonomi jadi terhenti kalau kebijakan PSBB terlalu lama," kata Dedi.
Mantan bupati Purwakarta ini juga mengatakan kebijakan PSBB tidak sepenuhnya ditaati masyarakat. Seperti satu toko buka, tetapi toko lain tutup. Orang berkerumun di satu toko yang buka, dan itu tidak ada artinya PSBB untuk menekan interaksi manusia.
Alasan lain PSBB sudah tidak efektif adalah kebijakan itu malah memicu problem sosial akibat bantuan dampak corona yang tak merata dan salah sasaran. "Daripada tidak jelas, ya sudah hentikan saja PSBB, karena membingungkan masyarakat oleh regulasi yang aneh-aneh," kata Dedi.
Dampak lain dari PSBB adalah membuat aparat jenuh saat menjaga pos pemeriksaan, sehingga mudah emosi ketika menghadapi masyarakat yang bandel. Tapi sisi lain, masyarakat juga mulai jenuh karena tak bebas berpergian.