Penabuh Gendang Ramadhan di Turki
Ramadhan di Turki dimeriahkan oleh seorang penabuh gendang.
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL --- Mengenakan pakaian khas era Ottoman lengkap dengan masker, seorang penyanyi sufi di Turki, Eren Cosan membangunkan orang-orang di sana dengan tabuhan gendang untuk sahur. Namun tak hanya menabuh gendang, Cosan juga menyanyikan lagu-lagu sufi tradisional yang liriknya sangat selaras dengan penderitaan yang dialami masyarakat selama Ramadhan di tengah pandemi covid-19.
Aksi Cosan pun viral di dunia Maya. Video pendek yang menunjukan Cosan sedang menyanyikan lagu berjudul Beri aku Obat, Sultanku berhasil menjangkau satunjuta penonton di jejaring twitter dan situs berita. Video Cosan beserta musisi lainnya Unit Turker itu direkam di balkon sebuah jalan di Mamak, wilayah Ankara yang menjadi basis Partai Keadilan dan Pembangunan yang berkuasa. Cosan pun terkejut mengetahui dirinya terkenal.
"Saya bahkan tak sadar bahwa kami divideokan, apalagi klipnya menjadi viral sampai hari berikutnya," kata Cosan yang mengaku melakukan pekerjaan sebagai penabuh gendang Ramadhan karena dirinya membutuhkan uang.
"Biasanya, band Sufi kami melakukannya dengan sangat baik sepanjang tahun, karena kami tampil di acara pernikahan dan konser ramadhan. Tapi semua kegiatan itu terhenti karena virus corona," kata Cosan seperti dilansir Al Monitor pada Sabtu (16/5).
Cosan mengatakan bahwa pemerintah kota membayar para penabuh gendang sebesar 100 lira Turki sehari untuk membangun orang sahur. Gendang ramadhan biasanya memperoleh bayaran dari tip penduduk setempat. Namun Kementerian Dalam Negeri telah melarang para penabuh gendang untuk datang dari rumah ke rumah mengumpulkan tip dari penduduk.
Itu sebagai langkah untuk melawan pandemi covid-19 yang telah menyebabkan 4 ribu kematian di Turki. Karena itu pemerintah setempat memutuskan untuk membayar para penabuh gendang Ramadhan dengan bayaran harian, terlebih setelah diantara para penabuh gendang ramadhan itu mengatakan akan mogok bila tidak diizinkan mengumpulkan tip dari penduduk.
"Ramadhan ini berbeda. Tahun ini, Tuhan telah menunjukkan pada kita betapa sangat lemah kita, dengan hanya satu virus yang tak terlihat membuat semua orang termasuk yang gagah perkasa berlutut. Umat manusia sombong dan agresif, membahayakan alam, binatang, dan makhluk yang lebih lemah seperti perempuan dan anak-anak. Sekarang kita perlu menemukan lagi kerohanian kita dan menunjukan solidaritas dan kasih sayang satu sama lain," kata Cosan.
Sementara masyarakat masih punya cara untuk turut membantu ekonomi para penabuh gendang ramadhan. "Orang-orang yang ingin memberi tip menempatkanya di keranjang yang lebih rendah dari balkon rumah mereka," kata Majmet Selcik yang juga seorang penabuh gendang di distrik Zeytinburnu Istanbul.
Pendekatan masyarakat Turki terhadap ramadhan sangat berbeda tergantung pada tingkat kesalehan atau kelas sosial ekonominya. Ramadhan agak terlihat kurang meriah di beberapa wilayah seperti di kota-kota besar di Istanbul, Ankara, atau Izmir. Sedang di kota-kota Anatolia yang lebih konservatif, orang-orang di sana begitu cermat dalam menjalani puasa. Mereka menutup restoran di siang hari dan bahkan mencibir orang yang makan, minum, merokok atau mengkonsumsi alkohol di depan umum sementara yang lain sedang berpuasa.
Ramadhan juga menjadi puncak tahunan bagi pedagang tradisional dan modern. Pasar mengeluarkan paket khusus makanan, minuman ringan, kacang-kacangan dan permen. Sedang mal menawarkan Ramadhan istimewa lengkap dengan kostum Ottoman, boneka, bazar tradisional yang menghiasi jendela toko.
"Sejak 1990an, ramadhan sangan dikomersilkan di Turki. Tentang paket Ramadhan di pasar, iklan minuman ringan untuk sekeluarga di televisi dan menu puasa. Namun penurunan yang teadi akibat pandemi telah mengakhiri semua, akan sulit mengatakan apakah perubahan yang disebabkan situasi ini akan bertahan," kata seorang sosiolog Universitas Teknik Timur Tengah (METU) Ankara, Profesor Mustafa Sen.
Sementara tahun ini tenda-tenda bazae ramadhan yang biasa diselenggarakan partai politik bagi warga miskin telah dilarang. Sementara toko-toko roti diminta untuk membuat roti sejak pagi hari untuk mencegah antrian panjang saat memasuki waktu berbuka. Walau beberapa kota telah membuka kembali aktivitas pasar tradisional namun Grand Bazaar Istanbul tetao tutup hingga 1 Juni. Begitupun masjid-masjid juga ditutup sampai Juni.