Toleransi Era Ottoman Turki Patahkan Tuduhan Negatif Barat
Dinasti Ottoman memberlakukan toleransi beragama dalam pemerintahan.
REPUBLIKA.CO.ID, Era kejayaan Islam juga menjadi saksi penghormatan toleransi di kalangan masyarakat Timur Tengah dan Turki. Kala itu bukan hal aneh seseorang yang berasal dari agama minoritas ambil bagian dalam aktivitas diplomasi, perdagangan beras dan gula, maupun aktivitas penting lainnya.
Dokter beragama Yahudi dan Kristen menempati posisi sosial yang terhormat. Sultan yang beragama Islam tak segan untuk berobat kepada mereka. Salah satu dokter terkemuka saat itu adalah Hekim Yakub.
Dia memiliki reputasi yang sangat baik di Istanbul, Turki. Dokter lain yang beragama Yahudi, yakni Yakub Mahallesi, berhasil manapaki karier cemerlang hingga menduduki jabatan wazir atau perdana menteri.
Selain dua dokter tersebut, terdapat sejumlah petinggi lainnya yang berasal dari agama minoritas di antaranya Rabbi Moses Capsali yang merupakan pemimpin spiritual dan politik masyarakat Yahudi Istanbul serta Don Joseph Nasi sebagai administrator fiskal yang beragama Yahudi.
Bukti sejarah lain menunjukkan pengadilan syariah digunakan bersama oleh umat Islam dan Kristen. Dalam menyiasati hukum, beberapa orang Kristen yang terjebak kesulitan dalam hukum agamanya berpindah menjadi Muslim untuk menghindari hukuman komunitas mereka sendiri.
Bukti juga menunjukkan transaksi ekonomi secara teratur dilakukan antara warga Muslim dan Kristen. Bahkan, kadang-kadang ada warga Muslim dan Kristen yang memiliki properti bersama atau diperdagangkan secara bersama-sama.
Tentu saja, fakt ini tidak berarti bahwa umat Islam, Yahudi, dan Kristen hidup dalam damai dan harmoni sepanjang waktu. Terkadang, muncul pula riak dan kerikil tajam yang mengganggu interaksi mereka. Meski demikian, hal itu bukan berarti umat Islam merupakan kaum antitoleransi, sebagaimana kerap dituduhkan oleh masyarakat Barat.