Aset Sitaan Penyidikan Jiwasraya sudah Mencapai Rp 17 T

Nilai sitaan aset tersebut, diharapkan cukup untuk mengganti kerugian negara.

Bambang Noroyono
Direktur Penyidikan Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai aset sitaan dalam penyidikan dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya sudah mencapai Rp 17 triliun. Jumlah tersebut, berasal dari aksi penyitaan resmi yang dilakukan tim penyidikan pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejakgung) terhadap enam tersangka. 


Direktur Penyidikan pada Direktorat Pidana Khusus (Dirdik Dirpidsus) Kejakgung Febrie Adriansyah mengatakan, nilai sitaan aset tersebut, diharapkan cukup untuk mengganti kerugian negara dalam kasus Jiwasraya. Selain itu, dapat menjadi sumber utama pengembalian uang nasabah Jiwasraya. 

“Kita harapkan aset sitaan ini cukuplah, sudah Rp 17 triliun lebih. Nanti kita minta ditetapkan pengadilan sebagai rampasan negara, dan dikembalikan ke Jiwasraya untuk ganti kerugian,” ujar Febrie, kepada Republika, Kamis (28/5). Selain nilai sita aset, sumber ganti kerugian juga dapat berasal dari uang ganti rugi enam terdakwa dalam penuntutan. 

Nilai aset sitaan Rp 17 triliun dari enam tersangka, memang setara dengan angka kerugian negara dalam kasus Jiwasraya. Mengacu hasil penghitungan kerugian negara keluaran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dalam dugaan korupsi dan TPPU di Jiwasraya, besarnya sekitar Rp 16,81 triliun. “Yang kita sita sudah lebih perhitungan kerugian,” kata Febrie.

Febrie pun mengharapkan, adanya pemantauan ketat dalam proses hukum kasus Jiwasraya ini. Ia pun tak ingin aset-aset yang dijanjikan untuk mengganti kerugian negara dan uang nasabah, menguap dan tak teralokasi sesuai tujuan.

“Karena itu, Kejaksaan Agung juga kan meminta, supaya kasus ini nanti di pengadilan, dipantaulah. Semua harus memantau. Karena ini besar sekali,” ujar dia.

Kasus dugaan korupsi dan TPPU Jiwasraya patut disebut sebagai skandal kejahatan keuangan terbesar dalam sejarah di Indonesia. Kejakgung sejak penyidikan Desember 2019, menetapkan enam orang tersangka dalam kasus tersebut. Tiga tersangka dari kalangan pebisnis dan broker saham. Yakni Benny Tjokrosaputro, bos dari PT Hanson Internasional, dan Heru Hidayat, komisaris di PT Trada Alam Mineral, serta Joko Hartono Tirto, direktur PT Maxima Integra Group (MIG).

Dan tiga tersangka lainnya, yakni para mantan petinggi Jiwasraya. Yakni Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Terkait dengan penyitaan aset, paling masif dilakukan terhadap dua tersangka Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Kejakgung menyita sedikitnya 1.400 sertifikat tanah. Penyitaan juga dilakukan terhadap perusahaan tambang batubara, dan eksplorasi emas batu mulia, juga tambak ikan hias arwana. 

Penyitaan, juga dilakukan terhadap 93 unit apartemen, dan kompleks perumahan, serta rumah-rumah pribadi milik para tersangka lainnya. Perhiasan, dan barang-barang mewah, juga belasan mobil mewah milik para tersangka juga tak luput dari penyitaan. Penyidik meyakini, aset-aset tersebut diperoleh para tersangka dari uang hasil memperkaya diri sendiri dan pencucian uang yang merugikan Jiwasraya.

Keenam tersangka sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk segera disidangkan. Kejakgung menjerat keenam tersangka dengan dakwaan utama Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. Dan dakwaan subsider, Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana. 

Kejakgung menebalkan dakwaan khusus terhadap dua tersangka, Benny Tjokro dan Heru Hidayat dengan sangkaan pencucian uang Pasal  3 dan Pasal 4 UU TPPU 8/2010. Sangkaan tersebut, memberikan ancaman penjara maksimal 20 tahun. Sementara  Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat, menjadwalkan pendakwaan terhadap para tersangka pada Rabu (3/6) mendatang. 

Kepala PN Tipikor Jakarta, Hakim Yanto kepada Republika, menjelaskan, otoritas pengadilan sudah membentuk dua Majelis Hakim untuk persidangan perkara Jiwasraya. “Karena ini berkasnya (terdakwanya) nanti ada banyak, persidangannya dipisah,” kata dia saat dihubungi, Selasa (26/5).

Hakim Yanto menerangkan, dua Majelis Hakim nantinya akan diisi oleh lima pengadil. Majelis Hakim pertama diketuai oleh Hakim Saifuddin Zuhri. Sedangkan Majelis Hakim kedua, diketuai Hakim Rusmina.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler