Keluarga di Surabaya Meninggal Beruntun Diduga Kuat Covid-19
Salah satu korban positif yang meninggal seorang ibu dengan janin dikandungnya.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tiga warga Kelurahan Kertajaya, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur meninggal secara beruntun diduga akibat terpapar Covid-19. Ketiganya berasal dari satu keluarga. Salah satu anggota keluarga, DW menceritakan awal mula kabar duka itu menghampiri keluarganya.
Pertama ketika kakaknya yang tengah mengandung delapan bulan, meninggal dengan status positif Covid-19. Sang kakak diketahui sempat memeriksakan kandungan ke sebuah rumah sakit di kawasan Ampel, Surabaya, pada pertengahan Mei 2020.
Ia memeriksakan kandungan dengan ditemani suaminya. Sepulang dari rumah sakit, suami kakak DW sakit, meski tak lama kemudian sembuh dengan sendirinya. Namun tidak berselang lama, giliran kakak DW yang sakit.
"Seingat saya tanggal 19 Mei, kakak tak enak badan, terus dibawa ke RS Pura Raharja. Di situ di-rapid dan hasilnya negatif, kemudian pulang," ujar DW saat dikonfirmasi melalui media sosial WhatsApp, Kamis (4/6).
Namun setelah dinyatakan negatif rapid test, kondisi sang kakak tak kunjung membaik, dan malah mengeluh sesak napas. Kemudian pada 25 Mei 2020, DW berinisiatif mengantar sang kakak ke RS PHC, dan diminta menjalani rawat jalan. Karena belum juga membaik, pada 26 Mei 2020, kakak DW dibawa kembali ke RS PHC Surabaya.
Masih pada hari yang sama, pihak RS PHC Surabaya memberi kabar bahwa sang kakak terkonfirmasi positif Covid-19. Kemudian pada Rabu 27 Mei 2020 dini hari, pihak RS memberi kabar sang kakak mengalami gagal napas dan harus dibantu ventilator. Namun detak jantung sang janin sudah tidak terdeteksi lagi. "Kakak saya meninggal tanggal 31 Mei 2020 pukul 01.50 WIB setelah operasi pengeluaran janin sehari sebelumnya," ujar DW.
Saat sang kakak menjalani di RS PHC Surabaya, kondisi kesehatan ibunya juga mengalami sakit, tepatnya pada Hari Raya Idul Fitri, Ahad (24/5). Sang ibu kemudian diantar ke RKZ pada hari yang sama. Di sana, sang ibu diinfus dan kemudian diminta rawat jalan. Keesokan harinya, ayah DW juga mengeluh sakit.
"Kemudian tanggal 29 Mei 2020 pagi, mama telepon minta di-Grab-kan ke RSI, saya enggak dibolehin antar takut ketularan drop. Mama berangkat pagi. Papa nyusul siangnya, dijadikan 1 kamar isolasi di RSI," kata DW.
Pada Sabtu pagi, tepatnya pada 30 Mei 2020, ayah DW meninggal dunia. Tak lama kemudian, ibunya menyusul meninggal dunia. "Papa-mama belum sempat swab. Jadi, meninggal berstatus PDP (pasien dalam pengawasan)," ujarnya.