Jepang Berencana Larang Penggunaan Ponsel Sambil Berjalan

Jepang ingin tekan tingkat kecelakaan akibat penggunaan ponsel sambil berjalan.

EPA
Shibuya terkenal sebagai pusat mode dan budaya di Jepang. Rencananya, bulan depan Jepang akan melarang orang menggunakan ponsel sambil berjalan.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat di kota Yamato, dekat Tokyo, telah mengajukan permohonan ke majelis kota untuk melarang masyakarat menggunakan ponsel saat berjalan. Permohonan itu diajukan karena jumlah orang yang menggunakan ponsel cerdas meningkat pesat dan demikian pula tingkat kecelakaan di daerah padat penduduk.

"Kami ingin mencegah terulangnya hal itu," kata pejabat kota Yamato, Masaaki Yasumi seperti dikutip dari Health 24, Sabtu (6/6).

Baca Juga



Menurut Yasumi, jika aturan pelarangan penggunaan ponsel saat berjalan disahkan di Jepang, maka negaranya akan menjadi yang pertama yang menerapkannya. Nantinya, setelah disahkan, pemerintah kota bakal menyosialisasikannya melalui poster dan pesan singkat. Ia pun berharap aturan akan berlaku mulai bulan depan.

Aturan ini dirancang guna meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya menggunakam ponsel saat berjalan. Karena itu, bagi mereka yang melanggar tidak akan langsung diberi sanksi.

"Kami berharap larangan itu akan meningkatkan kesadaran tentang bahaya," kata Yasumi.

Pada tahun 2014, penelitian oleh raksasa ponsel Jepang NTT Docomo memperkirakan bidang pandang rata-rata pejalan kaki ketika menatap ponsel cerdas hanya lima persen dari apa yang dilihat mata secara normal.

Perusahaan melakukan simulasi komputer tentang apa yang akan terjadi jika 1.500 orang menggunakan penyeberangan pejalan kaki Shibuya yang sibuk di Tokyo sambil melihat ponselnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua per tiga tidak akan berhasil sampai ke seberang tanpa insiden, dengan 446 tabrakan, 103 orang jatuh, dan 21 ponsel terjatuh.

Jumlah kecelakaan antara orang yang menggunakan ponsel saat mengendarai sepeda dan pejalan kaki juga meningkat di Jepang. Dalam beberapa kasus, keluarga korban menuntut kompensasi hingga 100 juta yen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler