Pakar: Super Power AS di Bawah Trump Hilang
Demonstrasi Floyd dinilai sebagai akumulasi kekecewaan terhadap kepemimpinan Trump.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Program Studi Pascasarjana Departemen Hubungan Internasional Fisipol UGM Siti Mutiah Setiawati menilai gelombang demonstrasi terkait kasus kematian George Floyd merupakan akumulasi kekecewaan rakyat Amerika Serikat terhadap kepemimpinan Donald Trump. Mereka juga kecewa dengan rasisme di negeri Paman Sam itu.
"Ada kekecewaan rakyat Amerika sendiri terhadap kepemimpinan Donald Trump. Ini endapan terhadap rasisme, endapan terhadap kepemimpinan," kata Mutiah di Yogyakarta, Ahad.
Terkait persoalan rasisme di Amerika, khususnya antara kulit putih dan kulit hitam, menurut dia, sebetulnya sudah sejak lama berangsur membaik. Namun, di bawah kepemimpinan Trump, menurut dia, justru gagal meredam isu rasisme atau persoalan kesetaraan lainnya di negeri Paman Sam itu.
"Selama ini presiden AS kepemimpinannya sudah baik dalam menekan rasisme. Nah, di bawah Donald Trump ini dia tidak menenteramkan," kata dia.
Terlepas persoalan rasisme, menurut dia, sebetulnya pemerintahan Amerika Serikat saat ini dalam kondisi tertekan, khususnya dalam politik luar negeri. Ia mengatakan di bawah Trump, politik luar negeri Amerika terhenti. Hubungan dengan Timur Tengah dan Asia ditinggalkan, bahkan dengan Eropa juga memburuk.
"Yang semula Amerika dikagumi di dunia internasional sehingga mendapat posisi sebagai super power, di bawah Donald Trump itu hilang," kata Mutiah.
Tidak hanya itu, menurut dia, berbagai kebijakan yang dibuat presiden yang diusung Partai Republik itu juga kerap kontraproduktif serta melanggar kesepakatan internasional.
Ia mencontohkan, satu di antaranya kebijakan yang melanggar adalah terkait dengan penanganan Covid-19. Trump dalam hal ini tidak yakin terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan WHO sehingga enggan mematuhinya. "Ia ingin melawan, sehingga kejadian Covid-19 di Amerika termasuk yang tertinggi di dunia. Itu kan malah membuat Amerika malu secara internasional," kata dia.
Oleh sebab itu, Mutiah menilai bahwa aksi protes terkait kematian Floyd juga dijadikan kesempatan sebagian rakyat Amerika untuk meluapkan ketidaksukaan terhadap pemimpinnya. "Kalau sudah seperti ini, kalau tidak segera diatasi memang bisa terjadi pemakzulan terhadap Donald Trump," katanya.