Kementan: Pemanfaatan Lahan Rawa di Kalteng Butuh Rp 2 T
Pemerintah akan memanfaatkan lahan rawa dengan total luas 164.598 hektare
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat rencana pemerintah untuk memanfaatkan lahan rawa di Kalimantan Tengah sebagai lahan produktif pertanian membutuhkan anggaran setidaknya Rp 2,55 triliun.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan pemerintah akan memanfaatkan lahan rawa dengan total luas 164.598 hektare di Kalimantan Tengah (Kalteng) sebagai lahan persawahan guna menambah produktivitas tanaman dalam upaya menjaga ketahanan pangan.
"Intinya, lahan ini akan menjadi food estate,artinya bukan hanya padi di situ, bisa ada sayuran, digabung dengan hewan ternak. Kita berharap ini menjadi bagian dari sistem pertanian modern," katanya dalam webinar yang digelar oleh IPB di Jakarta, Selasa (9/6).
Syahrul merinci bahwa total luas lahan 164.598 hektare tersebut tersebar di 11 kabupaten/kota, yakni Gunung Mas, Katingan, Kotawaringin Barat, Sukamara, Seruyan, Palangkaraya, Barito Utara, Barito Selatan, Barito Timur, Kapuas dan Pulang Pisau.
Dari total luas lahan tersebut, terdapat lahan intensifikasi seluas 85.456 hektare. Lahan intensifikasi merupakan lahan yang sudah ada (eksisting), namun masih membutuhkan bantuan sarana produksi (saprodi).
Sementara itu, lahan ekstensifikasi atau lahan perluasan baru yang masih membutuhkan penggarapan luasnya mencapai 79.142 hektare.
Adapun biaya yang dibutuhkan untuk pemanfaatan lahan rawa menjadi area sawah produktif, yakni sebesar Rp 5,44 juta per hektare, sehingga total kebutuhan anggaran untuk rencana tersebut sebesar Rp 2,55 triliun.
Biaya tersebut mencakup bantuan sarana produksi yang dibutuhkan untuk lahan rawa yang memiliki kondisi lahan berbeda dengan lahan konvensional. Jenis saprodi yang dibutuhkan, yakni dolomit, benih, pupuk Urea, pupuk NPK, pupuk hayati, herbisida, dan pengolahan lahan.
Mentan Syahrul menjelaskan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan percepatan pemanfaatan lahan rawa tersebut, setelah Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memperingati akan ancaman krisis pangan akibat kemarau panjang pada tahun ini.
"Presiden telah meminta agar (proyek ini) dipercepat dan di sini kita akan mengundang expert (ahli) dari perguruan tinggi," kata Syahrul.