Imam Shamsi Kritik Pidato Pendeta Indonesia di AS
Imam Shamsi menilai ada kemunafikan dalam menyikapi toleransi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pidato seorang pendeta asal Indonesia, Oscar Suryadi, dalam sebuah demonstrasi antirasialisme di Amerika Serikat (AS) menuai berbagai kecaman. Pasalnya, dalam pidatonya, Suryadi justru menjelek-jelekkan Indonesia terkait diskriminasi di Indonesia.
Salah satu kritikan keras datang dari Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali. Imam Shamsi mengaku mengetahui tuduhan yang disampaikan Oscar adalah Indonesia tidak toleran, tidak ada kebebasan di Indonesia, itu dimaksudkan sebagai negara Muslim mayoritas.
Tentunya ujung-ujungnya adalah Islam atau Muslim. "Saya muak dengan tuduhan-tuduhan itu dan terlalu banyak kemunafikan di balik semuanya," kata Shamsi mengecamnya dalam akun Twitter pribadinya dan telah dikonfirmasi oleh Republika.co.id, Kamis (12/6).
Dalam pidatonya, Oscar menyebut satu per satu kasus intoleran kepada kaum Kristiani. Imam Shamsi pun mengaku pasti akan melawan tindakan intoleran tersebut. Namun, ia menyayangkan Oscar sengaja diam ketika masjid-masjid dibakar di beberapa daerah mayoritas Kristen. Harusnya, menurut dia, jika tidak munafik, Oscar mengakui adanya kasus intoleran yang sama juga menimpa umat Islam.
Sebagai contoh, Imam Shamsi mengaku mengkritik Malaysia ketika melarang warga Kristen di sana memakai kata Allah sebagai Tuhan mereka. Ia juga mengkritik Ketua Muhammadiyah Sumatra Barat (Sumbar) yang menyampaikan ingin melarang terjemahan Injil ke bahasa lokal. Tentunya, menurut Imam Shamsi, Oscar bertepuk tangan memuji sikap toleransi tersebut.
"Tapi, ketika saya mengkritik Oscar, yang konon kabarnya adik dari seorang pengusaha besar di Indonesia, Anda semua menggonggong? Itulah kemunafikan! Kemunafikan nyata," kata Imam Shamsi.
Menurut dia, Oscar ingin semua konsep universal, toleransi, kebebasan, kesetaraan, dan semua yang indah-indah itu harusnya berpihak dirinya atau kelompoknya. Namun, ketika umat Islam mengeklaim semua itu justru dituduh umat intoleran. Apalagi, kerap kali persepsi itu dibangun dengan didukung oleh kekuatan dunia.
"Intinya kejujuran, bukan kemunaifkan. Kebenaran dan keadilan, bukan golongan dan pengelompokan. Anda berani membela hak, akui juga hak orang lain. Anda berani membela hak, ketahuilah orang lain juga punya hak yang sama. Toleransi oleh semua dan untuk semua," ujar Imam Shamsi.
Imam Shamsi menilai ada kemunafikan dalam menyikapi toleransi. Seolah toleransi itu berpihak kalau mendukung kepentingan, tetapi jika posisi itu tidak berpihak, akan dianggap intoleran. Ia mengaku kerap dipuji toleran kalau mendukung orang lain, tetapi etika membela hak sendiri dituduh intoleran.
Ia mengaku pernah diberikan titel wajah Islam moderat oleh sebagian media di Amerika, tetapi ia tidak bangga dengan itu. Ia juga pernah dapat penghargaan Ellis Islan Honor Award, penghargaan tertinggi nonmiliter kepada imigran.
"Tapi, Anda harus tahu, kehormatan terbesar bagi saya adalah menjaga hak dan kehormatan. Ketika Anda rendahkan, jangan pernah bermimpi untuk saya lemah, mundur, dan tidak peduli. Di platform ini saya sudah buktikan beberapa yang sempat menghebohkan," ujarnya.
Selain itu, Imam Shamsi menduga banyak yang tidak sadar ketika Oscar mengatakan "fleeing Indonesia" atau 'melarikan diri dari Indonesia' adalah ungkapan yang jahat. Dia menambahkan, hal itu sama orang Bosnia fleeing atau lari dari Bosnia karena kejahatan Kristen Serbia. Menurut Imam Shamsi, kata itu sesungguhnya cukup bagi orang Indonesia tersinggung.
"Intinya fleeing (melarikan diri) bukan sekedar meninggalkan, tapi terusir oleh ancaman. Pertanyannya, apakah itu ungkapan jujur? Atau ada tendensi dan motif tertentu di balik dari ungkapan itu? Itulah cara membangun image jahat tentang Indonesia di luar negeri. Kok diam saja?" kata Imam Shamsi.