Target Utang Rp1440 Triliun pun tak Cukup, Ini Penjelasannya
Sudah utang Rp.1440 T, pemerintah masih kekurangan uang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom senior Indef Dradjad Wibowo mengungkapkan bahwa saat ini keuangan negara sangat berat. Bahkan target berhutang Rp.1440 triliun pun pemeritah masih belum mencukupi.
Dradjad menduga banyak beban keuangan negara dialihkan pemerintah ke masyarakat, misal melalui kenaikan BPJS, Tapera. "Tentu ini membebani masyarakat karena saat ini masyarakat kehilangan sebagian besar penghasilannya, karena kondisi pandemi Covid-19,” kata Dradjad melalui pesan suara, kepada Republika.co.id, Senin (15/6)
Penyebabnya, menurut Dradjad, keuangan negara sedang sangat berat. Dijelaskannya, pajak untuk pertamakali turun penerimaannya dibanding tahun sebelumnya. Penerimaan pada kuartal I 2020 sebesar Rp.246,1 triliun, turun Rp.6 triliun dibanding tahun sebelumnya. “Dalam catatan saya, sejak reformasi belum pernah ada kejadian seperti ini,” ungkap Ketua Dewan Pakar PAN ini.
Kondisi ini menunjukkan negara kesulitan mencari sumber-sumber pemasukan negara. Efeknya, lanjut Dradjad, Kementerian keuangan memilih menambah utang. Dari sebelumnya ditargetkan Rp.352 triliun naik menjadi Rp.1440 triliun, atau naik hampir empatkali lipat.
Kata Dradjad, itupun masih belum cukup, sehingga tabungan masih akan diambil, yaitu diambil dari BLU, LPS, maupun BUMN. Sudah itupun Itupun, lanjut Dradjad, juga masih belum cukup. Bank Indonesia masih diminta untuk beli surat utang dari pemerintah. "Permintaannya di atas Rp.500 triliun, tapi BI hanya sanggup Rp.125 triliun,” kata Dradjad.
Di sisi lain, pasar surat utang Indonesia semakin berat. Akibatnya Indonesia harus membayar kupon obligasi yang lebih mahal, dibanding negara lain. Diceritakannya, saat Kementerian Keuangan mengumumkan berhasil menerbitkan surat utang dalam dolar dengan kupon sekitar 3,9 persen. Pada saat yang sama, pada 28 April, Bendahara Nasional Filipina juga mendapatkan surat utang Rp.2,3 miliar dollar dari oblgasi dollar. Dari Rp.1 miliar dollar, mereka hanya kena kuponnya 2,457 persen.
"Kita lebih mahal, padahal Filipina itu dijuluki ‘The Sick of Asia'. Kita dianggap lebih jelek dibanding The Sick of Asia,” ungkap Dradjad.
Dradjad mengatakan, kondisi keuangan Indonesia memang berat, sehingga Menteri Keuangan harus mencari terobosan untuk menyelamatkan fiskal Indonesia.
Apa yang harus dilakukan ke depan untuk New Normal?. Menurut Dradjad, Indonesia harus menyelamatkan fiskal. “Memang harus melakukan terobosan untuk menyelamatkan fiskal Indonesia,” ungkap Dradjad.
Dalam penyelamatan fiskal ini, kata Dradjad, salah satu usul dari politikus Golkar Misbakhun adalah mencetak uang. Tentu usul ini banyak memunculkan kontroversi. Namun selain cara itu, kata Dradjad, masih ada terobosan lain yang dilakukan. “Saya punya cara, tapi belum saya ungkapkan sekarang. Tapi intinya terobosannya jangan hanya cara-cara konvensional yang seperti biasa dilakukan,” ungkap Dradjad.
Dradjad mengingatkan, jika pemerintah tidak berhasil menyelamatkan fiskal, maka efeknya akan sangat panjang.