Ibnu Zubair, Tragedi Muhajirin Pertama Kelahiran Madinah

Kekalahan Ibnu Zubair menandai awal bermulanya kekhalifahan Bani Umayyah.

Dok Republika.co.id
Ibnu Zubair, Tragedi Muhajirin Pertama Kelahiran Madinah. Foto: Sahabat Nabi (Ilustrasi)
Rep: Arif Satrio Nugroho Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Dalam koloni perjalanan Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, seorang wanita bernama Asma' yang tak lain adalah putri, Abu Bakar Ash Shiddiq tengah mengandung bayi suaminya, Zubair bin Awwam.

Bayi itu juga tak lain merupakan keponakan istri Rasulullah, Khadijah. Setibanya di Quba, Madinah pada 1 Syawal 3 Hijriah, atau 624 Masehi, Asma' melahirkan. Lalu, bayi itu diberi nama Abdullah bin Zubair.

Abdullah bin Zubair adalah seorang Muhajirin - sebutan bagi Muslim Mekkah - yang lahir di wilayah Ansor, yakni di Madinah. Ia juga bayi pertama yang lahir di lingkungan komunitas muslim.  Sebelum disusui, Abdullah bin Zubair dibawa menghadap Rasulullah SAW, ditahniq dan didoakan.

Namun, perjalanan pria yang kerap disebut Ibnu Zubair ini tak hanya sekadar menjadi Muhajirin Pertama yang Lahir di Madinah. Ia ikut dalam berbagai perjuangan bersama Rasulullah, hingga terlibat kisruh politik kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.

Di masa kecil, Abdullah sudah menonjol. Dikisahkan bahwa saat kecil, ia dan teman temannya bermain di jalanan Madinah. Umar bin Khattab, sahabat terdekat Nabi sekaligus panglima perang yang hebat melintas dan membuat takut kawan kawan Ibnu Zubair. Hanya Abdullah yang tidak lari karena merasa tak perlu takut dan tak bersalah.

Umar pun berkata ke Abdullah "Sungguh suatu saat nanti, engkau akan menjadi seorang yang besar".

Di masa muda, Abdullah juga tumbuh menjadi perwira yang perkasa. Ia aktif dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, misalnya perang Badar dan Perang Uhud. Di Uhud, ia menjadi pelindung Rasulullah saat pihak muslim kalah.

Kemudian setelah Rasulullah wafat pada masa Khulafaur Rasyidin, ia juga bergabung dalam berbagai pertempuran. Bersama Ayahnya, Zubair bin Awwam, ia ikut bertempur melawan Byzantium hingga melawan Kekaisaran Sassaniyah.

Tragedi terjadi saat kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Setelah berbaiat atas kekhilafahan Ali, sahabat Nabi Thalhah bin Ubaidillah dan ayah Abdullah, Zubair pergi ke Mekkah menemui Aisyah membahas pertanggung jawaban kematian khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan.

Mereka sepakat untuk berangkat ke Basra beserta 700 orang lainnya untuk mencari pembunuh Utsman. Sesampainya di Basra mereka menemui Gubernur Basra yaitu Utsman bin Hunaif dan menahan pergerakan pasukan ini berharap mereka mau menunggu kedatangan Ali dari Madinah.

Tetapi karena provokasi salah khawarij yang bernama Jalabah, peperangan antara Utsman bin Hunaif dan pasukan Aisyah tidak terbendung. Utsman bin Hunaif terbunuh. Ali yang mendengar kematian gubernurnya mengumpulkan pasukan hingga berjumlah 10.000 pasukan.

Thalhah wafat setelah peperangan. Ayah Abdullah, Zubair bin Awwam juga wafat dipenggal. Ini menjadi perang saudara antar sesama muslim yang pertama.

Kemelut politik yang melibatkan Abdullah kembali terjadi saat kekhalifahan Muawiyah. Mu'awiyah wafat dan menunjuk putranya Yazid agar dibaiat sebagai Khalifah. Ia lalu bersurat kepada Gubernur Madinah, al-Walid bin Utbah bin Abu Sufyan (sepupu Yazid), untuk meminta tiga tokoh menyatakan pemba’iatan kepada Yazid.

Ketiga tokoh itu adalah cucu Rasulullah Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Abu Bakar, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Umar sebagai putra Khalifah kedua Umar bin Khattab. Ibnu Jarir Ath Thabari dalam Sejarah para Nabi dan Raja menyebut, ketiga tokoh ini dipastikan akan masuk dalam dewan syura seandainya Mu’awiyah membentuknya.

Namun, masih menurut Thabari, kecil kemungkinan ketiganya akan setuju Yazid sebagai khalifah. Abdullah bin Umar menjawab diplomatis dan menunggu masyarakat Madinah. Sementara, Husein dan Abdullah bin Zubair diam diam ke Mekkah menghindari tekanan dan ancaman Gubernur al-Walid.

Di Mekkah, Sayyidina Husein menerima surat dukungan dari penduduk Kufah dan akan didukung menjadi khalifah. Abdullah bin Zubair mendukung rencana Sayyidina Husein untuk berangkat dari Mekkah ke Kufah. Husein bertolakkek Kufah.

Namun,Yazid mengetahui hal ini. Lalu ia memerintahkan pasukannya menghadapi Sayyidina Husein dan keluarganya di Karbala. Imam Al-Thabari mengisahkan, dalam serangan di Karbala itu cucu Rasulullah dibunuh dengan dipenggal. Kepalanya yang dibawa ke istana Yazid. Tubuhnya dibiarkan tanpa kepala.

Abdullah bin Zubair bertahan sebagai oposisi di Mekkah. Ia sempat akan diserang pula oleh Yazid. Namun, Yazid yang kini bermarkas di Damaskus meninggal terlebih dahulu jatuh dari kuda.

Menurut Imam Suyuthi dalam Tarikh Khulafa, saat inilah Abdullah bin Zubair mengambil momentum mendeklarasikan diri sebagai Khalifah yang sah di Makkah. Sedangkan, di Damaskus, Marwan sebagai bagian dari Muawiyah II dipilih sebagai Khalifah.

Dualisme kekhalifahan ini pun terjadi. Khalifah Marwan dari pihak Muawiyah wafat dan digantikan Abdul Malik, anaknya yang melanjutkan konfrontasi dengan khalifah Abdullah bin Zubair.

Abdul Malik akhirnya mengirim perwira perang Al-Hajjaj  dengan dua ribu pasukan mengepung Makkah. Namun belum berhasil, sehingga datanglah bantuan lima ribu pasukan membantu Hajjaj. Mereka berhasil menduduki kota Thaif. Lantas mengalahkan pasukan Abdullah bin Zubair yang menyingkir.

Saat musim haji, Hajjaj memimpin sebagai amirul haj. Namun ia justru ikut thawaf dan tidak mengenakan pakaian ihram. Ia justru membawa pedang dan memakai baju zirah. Abdullah bin Zubair tidak bisa berhaji karena tidak bisa masuk ke padang Arafah yang dikuasai Hajjaj.

Peperangan terjadi 6 bulan. Selama pengepungan itu, kota Mekkah dan juga Ka’bah luluh lantak. Bahkan petir - petir disebut mewarnai pertempuran tersebut. Loyalitas penduduk Mekkah pada Abdullah bin Zubair mulai goyah.

Dilaporkan 10 ribu penduduk Makkah pindah mendukung Hajjaj, termasuk kedua anak Abdullah bin Zubair, yaitu Hamzah dan Khubayb. Dalam Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW di antara para Sahabiyah karya Syukur, Abdullah bin Zubair pergi meminta saran ibunya Asma’ binti Abu Bakar di detik terakhir.

Atas restu sang Ibu, Abdullah lanjut berperang. Ia dibunuh oleh pasukan al-Hajjaj dengan cara kepalanya dipenggal. Abdullah bin Zubair terbunuh di usia 68 tahun Takbir dikumandangkan Pasukan al-Hajjaj, dan disaksikan dengan pilu oleh dua keturunan orang terdekat Nabi, Asma' binti Abu Bakar dan Abdullah bin Umar bin Khattab.

Kekalahan Abdullah bin Zubair ini menandai awal bermulanya kekhalifahan Bani Ummayah. 

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler