Asbihu NU Minta Pemerintah Transparan Soal Dana Optimalisasi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (Asbihhu NU), KH Hafidz Taftazani menilai, selama ini pemerintah Indonesia kurang transparan dalam pengelolaan dana optimalisasi haji. Karena itu, dia pun meminta kepada DPR untuk menanyatakan hal itu kepada pemerintah, khususnya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
“Kalau menurut saya pemerintah sama sekali tidak pernah terbuka soal dana optimalisasi ini. Sementara, penyelenggara ibadah haji tidak mau tahu uang itu ada di mana, dan berapa jumlahnya tidak tahu,” ujar Kiai Hafiz kepada Republika.co.id, Kamis (18.6).
Dia menjelaskan, para penyelenggara ibadah haji dan umrah selama ini juga tidak berani menanyakan soal pengelolaan dana optimalisasi tersebut. Menurut dia, para penyelenggara hanya ingin menjalankan usahanya dengan aman, sehingga tidak mau ikut campur dengan pengelolaan dana optimaliasi haji.
“Para penyelenggara itu untuk membicarakan dana optimalisasi maunya yang aman-aman saja. Karena mereka mencari duit. Pada dasarnya teman-teman pada enggan berbicara dana optimalisasi. Mereka lebih memilih cara yang aman. Tapi kalau mau tahu dana optimalisasi tanya saja kepada Pak Anggito (BKPH),” jelasnya.
Dia pun berharap kepada DPR sebagai perwakilan rakyat untuk menanyakan pengelolaan dana optimalisasi itu kepada pemerintah. Karena, menurut dia, DPR selama ini seakan hanya diam terkait pengelolaan dana optimalisasi.
“Sebetulnya kalau memang ada dana optimalisasi, mestinya DPR harus tanya. Ini kan sudah bertahun-tahun uangnya disimpan di BPKH,” ucapnya.
“Jadi, DPR itu punya tanggung jawab secara moral untuk menanyakan berapa jumlahnya, ada di mana uangnya, bagaimana tasharrufnya,” imbuhnya.
Kiai Hafidz menambahkan, pemerintah selama ini juga menyelenggarakan pembinaan terhadap pembimbing jamaah haji khusus (ONH Plus)di hotel-hotel berbintang. Semua pembimbing jamaah itu tidak mengeluarkan biaya dan mendapatkan pelayanan.
Dia tidak mengetahui dana pembinaan itu dari mana. Namun, kata dia, berdasarkan informasi yang yang dia terima, dana tersebut juga berasal dari dana optimalisasi. Karena itulah menurutnya pengelolaan dana optimalisasi ini perlu diawasi.
“Sementara, kalau swasta yang mengadakan ini, itu biayanya sekitar Rp 7 juta. Tapi gak tahu biaya itu dari mana, tapi kalau selentingannya itu sih itu bagian dari dana optimalisasi,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu memastikan dana jamaah haji tidak digunakan di luar kepentingan jamaah haji, termasuk digunakan untuk penguatan rupiah seperti yang ramai diberitakan. Hal tersebut disampaikan Anggito saat diskusi virtual "Pengelolaan Dana Haji Oleh BPKH”, Kamis (5/6).
"Alhamdulillah tidak ada uang jamaah yang dipakai untuk keperluan di luar jamaah," kata Anggito saat menjadi pembicara tunggal dalam diskusi yang digelar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI).
Anggito mengatakan hampir seluruhnya uang jamaah haji yang dikelola BPKH sejak awal dikembalikan kepada jamaah haji. BPKH tidak sama sekali mengeluarkan uang jamaah untuk keperluan di luar jamaah haji berangkat ke Tanah Suci. "Hampir seluruhnya 98 persen itu kembali ke jamaah haji," ujarnya.
Anggito menyampaikan bahwa nilai aset atau dana kelola dan nilai manfaat BPKH setiap tahun sejak awal mengelola tahun 2017 sampai tahun 2019 terus meningkat. Dana hasil pengelolaan BPKH tahun 2019 sebesar Rp 7,2 Triliun digunakan untuk kepentingan jamaah haji.
"Menurut tim audit kami, kami menghasilkan Rp 7,2 triliun, jadi itulah kurang lebih hasil kelola BPKH yang Rp 7,2 Triliun seluruhnya itu dimanfaatkan untuk jamaah haji," katanya.
Anggito memastikan nilai Rp 7,2 Triliun merupakan hak jamaah haji yang dikelola BPKH itu merupakan hasil investasi dari bisnis-bisnis sesuai syariah yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji. Untuk itu BPKH selalu berusaha mendapatkan return atau pengembalian dari investasi yang lebih optimal.
"Meskipun dari yang risk-nya rendah. Kami sudah punya kebijakan BPKH itu low to medium kami tidak masuk ke dalam resiko-resiko tinggi, karena prinsip pengelolaan hasil, pertama adalah keamanan," katanya.
Kata dia, BPKH sejak dipercaya mengelola dana jamaah haji selalu taat mengikuti kebijakan DPR dan Kementerian Agama untuk memberikan subsidi kepada jamaah haji. Kata dia, yang seharusnya jamaah membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sampai Rp 70 juta, dengan subsidi itu jamaah hanya membayar sekitar Rp 35 juta saja.
"Belum lagi sebagian dari nilai pengembangan dan sebagian berasal dari nilai manfaat jamaah yang belum berangkat yang dibagikan kepada jamaah yang belum berangkat," katanya.
Ia memastikan, nilai manfaat juga tidak diberikan kepada jamaah yang akan berangkat, tetapi diberikan juga untuk jamaah haji yang belum berangkat atau jamaah tunggu. Berapa jumlah atau nilai masing-masing, menerima nilai manfaat itu diatur oleh Kemenag dan DPR.