Mengapa Erdogan dan Turki Ngotot Dukung GNA Libya?
Presiden Erdogan berjanji Turki memberikan kedamaian, keadilan, dan ilmu di Libya
REPUBLIKA.CO.ID -- Turki memberikan dukungan besar terhadap Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) Libya yang berbasis di Tripoli. Dalam konflik yang sedang terjadi di Libya, Turki mengirimkan tentara dan senjata setiap hari ke GNA untuk menghadapi perlawanan milisi Jenderal Khalifa Haftar.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan dukungan Turki terhadap GNA untuk memastikan perdamaian dan stabilitas Libya. Namun, sejumlah kalangan menilai dukungan itu diberikan mungkin berakar pada perjanjian yang memberikan Ankara akses ke sumber daya energi yang besar.
Pada November tahun lalu, Turki dan GNA menandatangani perjanjian tentang batas maritim di Laut Mediterania Timur yang kaya gas. Hal ini memperburuk konflik antara Turki dan tetangganya termasuk Yunani atas kuasa energi di wilayah tersebut.
"Masuknya Turki di Mediterania Timur (bersama Libya) didorong ambisi gas alam di sana. Perbatasan di sana kemungkinan mengandung sumber daya gas yang lebih banyak daripada yang sudah ada," kata Aditya Saraswat, analis senior di Rystad Energy.
Langkah Turki dan Libya itu mendapat kecaman internasional di mana Mesir, Yunani, Prancis, dan Siprus menyatakannya batal demi hukum.
"Jika Anda melihat zona ekonomi eksklusif baru Turki yang telah mereka buat dengan Libya, itu telah merebut perbatasan internasional Siprus," kata Saraswat.
Pada Januari, Prancis mengirim personel ke Mediterania Timur untuk melawan Ankara, yang telah mengirim kapal pengeboran ke perairan maritim --yang diakui sebagai bagian zona ekonomi eksklusif Siprus berdasarkan hukum internasional.
Saraswat menjelaskan Turki memiliki ambisi menjadi pusat hidrokarbon dan langkah untuk mengamankan sumber daya Mediterania timur yang subur bisa menjadi salah satu langkah ke arah itu.
“Aktivitas Turki di wilayah Mediterania Timur sangat dekat dengan penemuan gas yang baru. Pada saat yang sama Turki memiliki ambisi perdagangan gas yang besar, dan kami telah melihat Turki ingin menjadi hub untuk Eropa tenggara dan menjadi hub transit,” kata dia.
Turki sudah berdiskusi dengan GNA yang mendirikan dua pangkalan militer permanen di Libya, menggandakan pengaruh Ankara di negara Afrika Utara.
Turki juga telah mengisyaratkan bahwa mungkin ada potensi energi dan kesepakatan konstruksi di Tripoli begitu pertempuran berakhir.
Tentang minyak
Libya adalah rumah bagi cadangan minyak terbukti terbesar di Afrika, dengan perkiraan cadangan 48,4 miliar barel, terbesar kedelapan di dunia. Kendali atas minyak telah menjadi sebab keributan menyusul penggulingan mantan Presiden Libya Kolonel Muammar Gaddafi pada 2011 .
Seorang pakar mengatakan kepentingan ekonomi Turki di Libya kini telah terungkap.
"Minat Turki atas kekayaan sumber daya alam di Libya adalah alasan untuk mengintervensi di negara dengan mendukung GNA," kata analis ekonomi Libya dan mantan direktur Perusahaan Minyak Malita Mahmoud AlAun.
GNA sekarang tampaknya tidak dapat menolak persyaratan atau penawaran Turki karena dukungan militer dan politik yang diterimanya dari Turki, tambah AlAun.
Ia menjelaskan Turki juga ingin mendapatkan bagian besar dari proyek-proyek rekonstruksi dan kesepakatan perdagangan dan untuk berbagi pengelolaan sumur minyak.
"Perang di Libya adalah tentang minyak, saya telah mengatakannya berkali-kali," kepala National Oil Corporation (NOC) Mustafa Sanallah mengatakan kepada wartawan awal tahun ini, seperti dikutip majalah Petroleum Economist yang berbasis di London.
Industri minyak dan gas negara ini telah dihantam oleh perang saudara. Produsen minyak negara telah melaporkan kerugian miliaran dolar AS karena aset minyak ditutup oleh Tentara Nasional Libya (LNA) Jenderal Khalifa Haftar pada awal tahun ini.
Penutupan itu menyebabkan seretnya sumber pendapatan utama bagi GNA. Pada 2017, Sanallah mengkritik GNA, yang menyatakan bahwa pihaknya berusaha mengambil kendali atas kesepakatan perminyakan Libya dari NOC.
Sektor minyak dan gas menyumbang sekitar 60 persen dari produk domestik bruto (PDB) Libya dan hampir 70 persen dari pendapatan ekspor, menurut perkiraan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
Turki sejauh ini menolak gencatan senjata Inisiatif Kairo yang diusulkan Mesir dan terus berperang melawan LNA. Alih-alih Turki menuntut gencatan senjata mengharuskan LNA menarik diri dari Sirte.
Jika Sirte jatuh ke tangan GNA dan Turki, itu memungkinkan Turki menguasai proyek hidrokarbonnya.
Erdogan dan Turki Bersama Libya yang Damai
Presiden Erdogan tidak merasa perlu meluruskan semua tudingan kehadiran Turki di Libya. Turki dan kawasan, menurut Erdogan, berkepentingan atas perdamaian yang tercipta di Libya jika ingin stabil dan kondusif.
Bagi Turki, alasan utama intervensi mereka di Libya karena alasan keamanan dan kedamaian bagi rakyat Libya sepeninggal Muammar Gaddafi.
Presiden Edogan menegaskan dukungan negaranya untuk pemerintah Libya dalam perjuangan melawan Jenderal Khalifa Haftar. Buat Erdogan, GNA adalah pemerintah sah dan harus dibela.
"Keturunan dari seorang pahlawan anti-kolonial Libya "Singa Gurun" Umar Mukhtar mengalahkan "legiun" yang dikirim oleh mereka yang ingin menduduki negara itu dari seluruh dunia di gerbang Tripoli, " kata Recep Tayyip Erdogan pada sebuah konferensi pers di ibu kota Ankara.
"Kami akan selalu berdiri di samping saudara-saudara Libya kami, bukan di samping para putschist, bukan kaum imperialis," kata Erdogan merujuk pada Haftar dan para pendukungnya.
Erdogan menggarisbawahi bahwa di masa mendatang, Ankara akan "terus membuat frustrasi para penggemar kudeta lokal maupun luar negeri dan pecinta organisasi teroris."
"Kami akan terus mendukung saudara-saudara Libya kami sampai terbentuknya perdamaian, ketenangan dan keadilan di seluruh tanah Libya," kata presiden Turki.
BACA JUGA: Turki Mulai Menggunakan Mata Uang Yuan China
Erdogan menambahkan Turki akan membagikan pengetahuan dan pengalaman di semua bidang mulai dari kesehatan hingga transportasi, dari energi hingga pertahanan untuk kepentingan rakyat Libya.
Libya dihancurkan oleh perang saudara sejak penggulingan mendiang penguasa Muammar Gaddafi pada 2011. Pemerintah baru Libya didirikan pada 2015 berdasarkan perjanjian yang dipimpin oleh PBB, tetapi upaya untuk penyelesaian politik jangka panjang gagal karena serangan militer oleh pasukan Haftar.
BACA JUGA: Mesir dan Kekhawatiran Bangkitnya Ikhwanul Muslimin di Libya
Link Berita Asli: https://english.alarabiya.net/en/features/2020/06/22/Why-is-Turkey-supporting-the-Libyan-GNA-To-control-Libya-s-energy-reserves-Experts.html