Bisakah Plasma Konvalesen Cegah Orang Kena Covid-19?

Plasma konvalesen digunakan untuk bantu penyembuhan pasien Covid-19 berat.

ANTARA/Adiwinata Solihin
Kantong darah. Terapi plasma konvalesen terbukti dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien Covid-19.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Soebandrio mengungkapkan, plasma konvalesen dapat membantu penyembuhan pasien Covid-19 kondisi menengah hingga berat. Dapatkah dimanfaatkan untuk pencegahan?

"Sekali lagi, bukan untuk pencegahan, tetapi plasma konvalesen ini adalah untuk terapi," katanya dalam konferensi pers bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB Jakarta, Jumat.

Baca Juga


Amin mengingatkan bahwa masyarakat tidak boleh menganggap plasma konvalesen sebagai metode pencegahan Covid-19. Ia tak ingin berkembang anggapan bahwa orang cukup menerima suntikan plasma konvalesen untuk terhindar dari Covid-19.

"'Oh ini ada saudara saya yang sudah sembuh, kita ambil darahnya, kemudian kita suntikan ke tubuh kita supaya kita terbebas dari serangan'. Itu saya kira anggapan yang keliru karena enggak semudah itu. Karena kalau masih sehat maka enggak usah dikasih apa-apa," jelasnya.

Amin mengatakan, plasma konvalesen tersebut merupakan bentuk dari imunisasi pasif. Artinya, antibodi penyintas sudah berada di luar atau sudah terbentuk. Antibodi itulah yang perlu diberikan kepada pasien Covid-19 untuk mengobati penyakit berbahaya tersebut.

"Jadi plasma konvalesen ini imunisasi pasif. Kalau yang imunisasi aktif itu yang vaksinasi, yang menggunakan vaksin untuk merangsang pembentukan antibodi di dalam tubuh pasien. Jadi berbeda," kata dia.

"Jadi kita tidak perlu menunggu sampai ada vaksin kemudian dia disetop. Sebenarnya ini bisa jalan terus. Ada-tidak ada vaksin, pendekatan ini bisa dijalankan kalau masih ada pasiennya dan ada yang sembuh," kata dia.

Ia menyebutkan, untuk dilakukan terapi ini maka dibutuhkan tiga komponen. Pertama, dia menyebutkan, kondisi pendonor harus sehat dan diupayakan laki-laki karena memiliki kadar FSH dan LH, ini berbeda dengan kondisi pada tubuh perempuan. Kendati demikian, ia menyebut tidak menutup kemungkinan kaum hawa bisa menjadi pendonor asalkan sehat dan tidak dalam kondisi hamil.

Kedua, plasma tersebut memiliki antibodi dengan kadar yang cukup. Selain itu, Amin menyebutkan plasma yang akan didonorkan ini tidak boleh mengandung virus lainnya, seperti hepatitis hingga HIV.

Komponen terakhir, antara pendonor dan penerimanya harus memiliki kecocokan golongan darah. Yang tak kalah penting, penyintas Covid-19 ini sukarela memberikan plasmanya.

"Calon pendonor harus sukarela dan menyatakan siap berminat," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler