Sejarah Hari Ini: Kongo Merdeka dari Belgia
Belgia menguasai Kongo sejak 1908
REPUBLIKA.CO.ID, KINHASA -- Pada 30 Juni 1960, Kongo-Kinshasa meraih kemerdekaan penuh dari Belgia yang sudah menguasainya sejak 1908. Empat tahun berselang, nama Kongo-Kinshasa berubah menjadi Republik Demokratik Kongo.
Seperti dilansir history.state.gov, dekolonisasi Afrika Sub-Sahara dari akhir 1950-an hingga pertengahan 1970-an menghasilkan beberapa proksi konfrontasi Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet atas belasan negara yang baru merdeka dan tidak bersekutu. Konfrontasi pertama semacam itu terjadi di bekas Kongo Belgia, yang memperoleh kemerdekaannya pada 30 Juni 1960.
Sebelum merdeka, Kongo memilih presiden, Joseph Kasavubu, perdana menteri, Patrice Lumumba, senat dan majelis, dan badan-badan serupa di berbagai provinsi di Kongo. Pemerintahan Amerika Serikat yang dipimpin Eisenhower memiliki harapan besar bahwa Republik Kongo akan membentuk pemerintahan pusat yang stabil, pro-Barat, dan sentral. Namun, harapan-harapan itu lenyap dalam hitungan hari ketika negara yang baru merdeka itu jatuh ke dalam kekacauan.
Pada 5 Juli 1960, tentara Kongo di Force Publique memberontak terhadap komandan kulit putih Belgia mereka di pangkalan militer Thysville, mencari bayaran yang lebih tinggi serta peluang dan otoritas yang lebih besar. Pemberontakan dengan cepat menyebar ke pangkalan-pangkalan lain dan kekerasan segera pecah di seluruh negara. Ribuan orang Eropa (terutama Belgia) melarikan diri, dan kisah kekejaman terhadap orang kulit putih muncul di surat kabar di seluruh dunia.
Pada 13 Juli, PBB menyetujui resolusi yang mengesahkan pembentukan pasukan intervensi, Organisasi des Nations Unies au Congo (ONUC), dan menyerukan penarikan semua pasukan Belgia. Dua hari sebelumnya, provinsi kaya Katanga telah mendeklarasikan kemerdekaannya dari Republik Kongo, diikuti pada Agustus oleh provinsi Kasai Selatan.
Sementara, Amerika Serikat mendukung upaya PBB, anggota pemerintahan Eisenhower, semakin khawatir bahwa krisis Kongo akan memberikan celah bagi intervensi Soviet, mencari solusi diplomatik untuk krisis tersebut. Lumumba diundang untuk mengunjungi Washington pada akhir Juli, dengan harapan bahwa Amerika Serikat dapat memberikan pengaruh moderat pada perdana menteri.