Khusus Doa, Ibadah, dan Cipta Adam Allah SWT Gunakan Aku
Allah SWT menggunakan kata Aku untuk ibadah hingga penciptaan Adam AS.
REPUBLIKA.CO.ID, Kisah-kisah nabi selalu diwarnai dengan doa. Dari Nabi Adam AS yang meminta untuk diampuni kesalahannya saat diturunkan ke bumi, doa Nabi Zakariya yang ingin mendapatkan anak pada usianya yang sudah senja, hingga doa Rasulullah SAW untuk keselamatan umatnya.
Doa-doa itu dilafalkan sebagai cara para nabi meminta petunjuk kepada Allah SWT. Para pengikut nabi pun mengikuti ritual ini. Hingga sampai kepada Rasulullah SAW yang mengajarkan kita cara hingga waktu mustajab untuk berdoa.
Doa merupakan sarana komunikasi spesial antara seorang hamba dan Tuhannya. Dalam doa, tebersit keimanan seorang hamba bahwa doa nya akan didengar.
Meski tak semua dikabulkan, doa tetap dirapalkan. Kesabaran dan keyakinan yang mantap tentang akan adanya jawaban dari Allah Yang Mahadekat tidak membuat seorang hamba berhenti berdoa manakala keinginannya belum dijawab.
Tak jarang, hamba yang saleh bahkan menikmati belum dikabul kannya doa. Karena itulah yang membuatnya semakin khusyuk larut dalam dzikir dan sholat.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
"Dan bila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat dan Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa bila dia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS al- Baqarah: 186).
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menjelaskan, apabila Alquran menggunakan bentuk tunggal untuk menunjuk kepada Allah, artinya sesuatu yang ditunjuk itu hanya khusus ditujukan kepada Allah, bukan selain-Nya. Kalaupun ada selain-Nya, dia dianggap tiada karena peranannya ketika itu sangat kecil. Itu sebabnya pemberian tobat dan perintah beribadah kepada- Nya selalu dilukiskan dalam bentuk tunggal.
Berbeda saat Allah Yang Mahakuasa ditunjuk dalam bentuk jamak. Kata ganti tersebut biasanya menunjukkan adanya keterlibatan selain Allah dalam sesuatu yang ditunjuk itu. Karena itu, dalam menguraikan penciptaan Adam, Allah menunjuknya dengan bentuk tunggal. Allah berfirman:
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ
"Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tangan-Ku." (QS Shad:75).
Sementara itu, Allah SWT menggunakan bahasa "Kami" (jamak) saat berbicara tentang reproduksi.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
"Sesungguhnya Kami telah mencipta kan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya." (QS at-Tin: 4). Ini karena dalam reproduksi itu terapat keterlibatan bapak dan ibu, berbeda dengan penciptaan Adam.