Merger Bank Syariah akan Tingkatkan Daya Saing Industri
Keuangan syariah yang kuat dan inklusif akan mampu melayani seluruh sektor ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mendukung upaya merger bank syariah anak usaha bank BUMN. Direktur Pengembangan Ekonomi Syariah dan Industri Halal KNEKS, Afdhal Aliasar menyampaikan langkah ini dapat membantu mendorong penguatan industri halal Indonesia.
"Pada prinsipnya KNEKS sangat mendukung rencana penguatan bank syariah di Indonesia yang sudah digulirkan oleh Kementerian BUMN ini," katanya pada Republika.co.id, Ahad (5/7).
KNEKS terus mengikuti prosesnya dan berharap pada penguatan industri. Keuangan syariah yang kuat dan inklusif akan mampu melayani seluruh sektor ekonomi di Indonesia termasuk mendukung berkembangnya industri halal. Indonesia punya target untuk menjadi global hub pada 2024.
Sehingga langkah ini akan menjadi bagian dari strategi menjadikan Indonesia sebagai global hub ekonomi syariah dunia. Bank-bank syariah yang rencananya akan dimerger adalah PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank BNI Syariah. Ketiganya merupakan bank-bank syariah terbesar di Indonesia.
Mandiri Syariah saat ini menjadi bank syariah dengan aset terbesar di Indonesia yakni Rp 114 triliun. BNI Syariah yang baru saja naik kelas jadi bank BUKU III memiliki aset sebesar Rp 51,1 triliun. BRI Syariah merupakan satu-satunya bank syariah dalam rencana merger yang sudah go public atau melantai di Bursa Efek Indonesia.
Aset BRI Syariah per Mei 2020 tercatat sebesar Rp 45,4 triliun. Sehingga total aset ketiganya akan mencapai Rp 210,5 triliun. Seiring dengan pertumbuhan bisnis dan target ekspansi tahun ini, nilai aset bank syariah baru bisa lebih tinggi.
Bank ini juga disebut-sebut akan memiliki nama baru meski dalam rencananya, masing-masing bank tetap akan mengedepankan spesialisasi. Seperti Mandiri Syariah bisa fokus di segmen kredit korporasi, sedangkan BRI Syariah memiliki fokus pada penyaluran kredit di segmen UMKM, dan BNI Syariah di sisi konsumer.
Peneliti senior INDEF, Enny Sri Hartati, menganggap bahwa konsolidasi perbankan BUMN harusnya sudah dilakukan sejak dahulu. Meski tidak salah, proses konsolidasi pada saat kondisi Indonesia seperti ini mengharuskannya berjalan tepat dan hati-hati.
"Konsolidasi dari dulu mestinya dilakukan, tapi tidak direalisasikan, meski demikian ini tetap wacana yang bagus dan perlu kecepatan, ketepatan program karena saat ini sedang ada pandemi Covid-19," ujar Enny.
Ia menilai pemerintah perlu mengkaji lebih jauh detail terkait rencana merger tersebut, karena secara tidak langsung akan mengubah kelembagaan. Merger perlu dilakukan dengan persiapan matang dan terencana.
Jika konsolidasi berhasil dijalankan dengan baik dan benar, maka bank-bank BUMN juga bisa dikonsolidasi seluruhnya, tidak hanya yang syariah. Perubahan kelembagaan harus terencana dengan baik karena menyangkut berbagai aspek.
"Jika proses konsolidasi dilakukan dengan benar, jangankan yang syariah, seluruh bank BUMN konvensional juga perlu berkonsolidasi, kalau tidak kita sulit untuk bertarung dengan global," sambungnya.