Palestina Siap Bernegosiasi dengan Israel
Palestina siap bernegosiasi dengan Israel di bawah naungan kuartet internasional.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina, Mahmoud Abbas mengatakan, pihaknya siap untuk bernegosiasi dengan Israel berdasarkan resolusi PBB dan di bawah naungan Kuartet Internasional. Hal itu disampaikan Abbas kepada Kanselir Jerman, Angela Merkel dalam pembicaraan melalui telepon.
Kantor berita resmi Palestina, WAFA melaporkan, Abbas dan Merkel membahas perkembangan politik terbaru di kedua wilayah. Hal itu khususnya, terkait rencana Israel melakukan aneksasi atas wilayah Tepi Barat.
"Presiden Abbas mengucapkan terima kasih kepada Jerman karena mendukung hukum internasional dan resolusi PBB, terutama yang berkaitan dengan pencaplokan wilayah pendudukan secara paksa," ujar WAFA melaporkan.
Kuartet Timur Tengah didirikan pada 2002, terdiri atas Amerika Serikat (AS), Rusia, Uni Eropa, dan PBB. Mereka memiliki mandat untuk memediasi negosiasi perdamaian Timur Tengah. Hal itu termasuk mendukung pembangunan ekonomi Palestina dan pembangunan institusi dalam persiapan untuk membentuk sebuah kenegaraan.
Awal tahun ini, Presiden AS Donald Trump merilis rencana perdamaian Timur Tengah untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Pengumuman tersebut dilakukan di Gedung Putih dan didampingi oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, tetapi tanpa kehadiran pejabat Palestina.
Dalam proposal perdamaian itu, Trump menyebut bahwa Yerusalem merupakan ibu kota Israel yang tidak terbagi dan mengakui kedaulatan Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat. Rencana aneksasi Tepi Barat muncul dari proposal yang disebut sebagai kesepakatan abad ini.
Para pejabat Palestina mengatakan bahwa, di bawah rencana perdamaian Timur Tengah, Israel akan mencaplok sekitar 30 persen hingga 40 persen wilayah Tepi Barat, termasuk semua wilayah Yerusalem Timur. Palestina menginginkan wilayah Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza untuk membentuk sebuah negara yang merdeka di masa depan.
Sekitar 650.000 orang Yahudi Israel saat ini tinggal di lebih dari 100 permukiman yang dibangun sejak 1967, ketika Israel menduduki Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Hukum internasional memandang Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai "wilayah pendudukan" dan menganggap semua aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di wilayah itu adalah ilegal.