IMF: Pemulihan Sektor Swasta akan Lebih Lambat
Menaruh harapan pada swasta akan menjadi sesuatu yang terlalu optimistis.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, langkah pemulihan sektor swasta pada 2021, akan lebih lambat dibandingkan proyeksi semula.
Wakil Direktur Pelaksana IMF Tao Zhang menilai, sektor swasta sulit untuk diandalkan sebagai pemicu pemulihan. Menaruh harapan terlalu besar pada swasta akan menjadi sesuatu yang terlalu optimistis.
Ada beberapa faktor yang dijadikan Zhang sebagai dasar proyeksi tersebut. Pertama, ruang lingkup dan durasi kebijakan lockdown yang ternyata lebih besar dari prediksi semula. "Kami sudah melihat ada beberapa efek negatif yang permanen, meskipun sudah ada stimulus kebijakan," kata Zhang seperti dilansir laman resmi IMF, Ahad (12/7).
Sebuah studi IMF baru-baru ini yang mencakup 57 ekonomi menunjukkan, lockdown menyebabkan kontraksi produksi industri sekitar 12 persen per bulan. Bahkan, ketika lockdown sudah direlaksasi, aktivitas ekonomi tidak mungkin kembali ke kapasitas penuh karena berbagai pembatasan.
Zhang mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan dampak negatif pada produktivitas. Karena bisnis yang masih beroperasi harus meningkatkan standar keselamatan dan kebersihan di tempat kerja.
Di sisi lain, banyak negara Asia bergantung pada pariwisata, remitansi dan jasa yang membutuhkan kontak langsung. "Sektor ini yang akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih," ucap dia.
Faktor kedua, sektor perdagangan yang tumbuh melambat. Perdagangan global tercatat mengalami kontraksi 3,5 persen pada kuartal pertama dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Ekonomi Asia masih sangat tergantung pada rantai pasok global. Dampaknya, disrupsi yang diakibatkan pandemi menyebabkan mereka sangat menderita. "Mengingat resesi yang tajam di ekonomi maju di luar Asia, diprediksi keseluruhan ekspor Asia akan berkontraksi cukup signifikan pada 2020," ujar Zhang.
Faktor ketiga adalah ketimpangan domestik di Asia. Penelitian IMF baru-baru ini menunjukkan, pandemi menyebabkan ketidaksetaraan semakin meningkat dan mengganggu prospek lapangan kerja bagi mereka dengan akses pendidikan terbatas.
Selain perluasan ketimpangan, dampak buruk pandemi semakin parah di Asia yang memiliki proporsi pekerja informal yang tinggi. Hal ini dapat meninggalkan efek ekonomi yang lebih dalam dan membuat proses pemulihan terjadi lebih lambat. Di sisi lain, menimbulkan tantangan yang lebih besar terhadap sistem perlindungan sosial dan perawatan kesehatan.
Tingkat utang yang tinggi di ekonomi global dan Asia menjadi dasar prediksi Zhang terhadap pemulihan yang lambat. Neraca rumah tangga dan perusahaan yang melemah di banyak negara Asia dapat membebani sentimen investor dan mempengaruhi laju pemulihan.