BPK: Sebagian Besar Pemda Belum Mandiri Fiskal

Dari 542 pemda hanya satu daerah yang berhasil mencapai level sangat mandiri.

ist
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rep: Adinda Pryanka Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebagian besar pemerintah daerah belum mandiri secara fiskal. Hal ini terlihat dari hasil kajian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kemandirian Fiskal Pemerintah Daerah (IKFD) Tahun 2018 dan 2019 yang dipaparkan dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (14/7).

Penilaian ini merupakan bagian dari tugas BPK sebagai lembaga pemeriksa yang memberikan manfaat sesuai dengan International Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI) Nomor 12 tentang The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions.

Kepala BPK Agung Firman Sampurna mengatakan, penilaian kemandirian fiskal daerah dilakukan mencakup seluruh pemerintah daerah dengan empat level penilaian, yakni belum mandiri, mandiri, menuju kemandirian, mandiri hingga sangat mandiri.

Dari 542 pemerintah daerah, hanya satu daerah yang berhasil mencapai level 'sangat mandiri', yakni kabupaten Badung di Provinsi Bali dengan IKFD mencapai 0,8347. "Berarti, 83,47 persen belanja daerah didanai oleh pendapatan yang dihasilkannya sendiri atau melalui Pendapatan Asli Daerah," ucap Agung.

Indeks Kabupaten Badung lebih tinggi dibandingkan Kota Bandung yang memiliki IKF 0,4024 ataupun dari Provinsi DKI Jakarta yang memiliki kapasitas fiskal terbesar diantara seluruh daerah di Indonesia. IKF Jakarta sendiri berada pada level 0,7107.

Selain IKFD, BPK juga melaksanakan kajian atas Kesinambungan Fiskal Jangka Panjang Pemerintah dan Pelaksanaan Transparansi Fiskal. Dari hasil reviu, BPK menilai, pemerintah telah menyusun analisis kesinambungan fiskal jangka panjang dengan mempertimbangkan skenario-skenario kebijakan fiskal yang akan diambil dan indikator yang dimonitor.

Tapi, Agung menekankan, langkah ini masih perlu didukung. peraturan untuk menjamin keberlanjutan dan konsistensinya. Analisis juga harus disempurnakan sebagaimana direkomendasikan International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB) pada Recommended Practice Guide (RPG.

Agung menambahkan, pemerintah perlu memperhatikan risiko fiskal dalam jangka panjang. Khususnya yang disebabkan tidak tercapainya rasio utang terhadap PDB, rasio defisit terhadap PDB dan keseimbangan primer positif sebagaimana ditetapkan RPJMN 2014-2019.

Beberapa indikator kerentanan utang juga patut diperhatikan. Di antaranya mengenai rasio debt service terhadap penerimaan, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan. Indikator ini sebagai bagian dari pengelolaan fiskal juga telah melampaui batas praktik terbaik yang direkomendasikan lembaga internasional

Dari sisi transparansi fiskal, Agung menjelaskan, pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria pilar transparansi fiskal dengan pencapaian level Advanced sebanyak 18 kriteria atau 50 persen. Sementara level Good sebanyak 14 kriteria (39 persen), level Basic sebanyak empat kriteria (11 persen).

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler