Likuiditas Pasar Masih Tertahan di Perbankan
Penyaluran kredit dari sektor keuangan masih terbatas karena lemahnya permintaan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Likuiditas pasar terus meningkat di tengah pandemi Covid-19. Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menyampaikan, ekspansi moneter BI sementara ini masih tertahan di perbankan seiring dengan faktor kehati-hatian penyaluran kredit dan lemahnya permintaan domestik.
"Penyaluran kredit dari sektor keuangan masih terbatas karena lemahnya permintaan domestik dan kehati-hatian bank karena masih berlanjutnya Covid-19," katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (16/7).
BI mengharapkan penyaluran likuiditas ini dapat lebih efektif untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional, disamping dengan percepatan realisasi anggaran dan program restrukturisasi kredit perbankan. Perry menyampaikan, kondisi likuiditas dan suku bunga pasar uang tetap memadai ditopang strategi operasi moneter Bank Indonesia.
Hingga 14 Juli 2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas atau quantitative easing di perbankan sekitar Rp 633,24 triliun. Termasuk melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp 155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp 462,4 triliun.
Longgarnya kondisi likuiditas juga tercermin pada rendahnya suku bunga PUAB, yaitu di sekitar empat persen pada Juni 2020, serta rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap besar yakni 24,33 persen pada Mei 2020. Likuiditas yang memadai serta penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) berkontribusi menurunkan suku bunga perbankan.
Sejalan dengan penurunan suku bunga PUAB, rerata tertimbang suku bunga deposito dan kredit modal kerja pada Juni 2020 menurun dari 5,85 persen dan 9,60 persen pada Mei 2020 menjadi 5,74 persen dan 9,48 persen. Pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Mei 2020 juga meningkat menjadi 9,7 persen (yoy) dan 10,4 persen (yoy).
Likuiditas perbankan juga ditambah dengan meningkatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih besar dari pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit pada Mei 2020 tercatat 3,09 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan April 2020 sebesar 5,73 persen. Sementara DPK tumbuh sebesar 8,89 persen (yoy).
Meski demikian, Perry menambahkan, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari dampak meluasnya penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Mei 2020 tetap tinggi yakni 22,14 persen, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni 3,00 persen (bruto) dan 1,17 persen (neto).
"Kemajuan dalam restrukturisasi juga akan percepat pemulihan ekonomi, sejumlah bank akan bisa memberikan kredit modal kerja," katanya.
Per Juni 2020, jumlah kredit yang sudah direstrukturisasi sebesar Rp 871,6 triliun. Porsi paling besar adalah kredit untuk UMKM sebesar Rp 309,3 triliun, diikuti oleh kredit korporasi sebesar Rp 164,7 triliun, kredit komersial sebesar Rp 130,9 triliun, dan kredit konsumsi Rp 119,2 triliun.