Taiwan Bersiap Tampung Pelarian Hong Kong
Semakin banyak warga Hong Kong mengaku ingin mengungsi ke Taiwan.
Sejak tahun lalu, Taiwan dan Hong Kong mendapati diri berbagi nasib sama menghadapi kebijakan agresif pemerintah Cina. Buntutnya hubungan kedua wilayah kian mesra. Dan ketika Beijing memberlakukan UU Keamanan Nasional untuk Hong Kong pada 1 Juli silam, banyak warga Hong Kong yang kini melirik ke Taiwan untuk mencari suaka.
Hong Kong adalah daerah otonom Cina yang menikmati demokrasi di bawah “satu negara, dua sistem,” yang berlaku sejak pengembalian Hong Kong oleh Inggris pada tahun 1997.
Namun demokrasi dan kebebasan berekspresi di negeri kepulauan itu diyakini mulai padam menyusul UU Keamanan Nasional. Legislasi kontroversial itu diyakini sebagai upaya Cina mencaplok Hong Kong sepenuhnya dan membelakukan konsep “satu negara, satu sistem.”
UU tersebut mengkriminalisasi tindak “subversi” terhadap pemerintah Cina dan “persekutuan jahat” dengan pihak asing, serta mengandung definisi yang samar tentang “aktivitas terorisme.”
Kehidupan Baru di Taiwan?
Tidak heran jika banyak warga yang kini melirik Taiwan lantaran kedekatan budaya. Sebagai reaksi pemerintah di Taipei membuka kantor imigrasi khusus untuk membantu penduduk Hong Kong mendapat status izin tinggal.
“Kantor baru ini dibuat untuk mengevaluasi dan memroses aplikasi permohonan, kasus demi kasus,” kata Kolas Yotaka, Jurubicara Kantor Kepresidenan Taiwan. Dia meyakini infrastruktur keimigrasian milik Taiwan akan mampu menghadapi gelombang pengungsi.
Menurut Dewan Urusan Cina Daratan yang merumuskan kebijakan Taiwan terhadap Cina, pihaknya mendapat ratusan telepon dan email yang meminta informasi mengenai persyaratan mendapat izin tinggal di Taiwan.
Kebanyakan peminat berusaha mendapatkan visa melalui jalur investasi atau pendidikan.
“Kami kira jumlah permohonan visa akan meningkat jika pemerintah Cina memaksakan penerapan UU Keamanan Nasional. Kantor layanan Taiwan-Hong Kong akan memonitor perkembangan di Hong Kong dengan seksama,” kata seorang pejabat dewan kepada DW.
Pada 2019, sebanyak 6.000 warga Hong Kong hijrah ke Taiwan menyusul aksi protes kelompok pro-demokrasi yang melumpuhkan kota. Menurut Taiwan, jumlah tersebut mencatat kenaikan tajam dibandingkan tahun sebelumnya.
Kehidupan nyaman di Taipei
Salah seorangnya adalah Lam Wing-Kee, pengusaha buku Hong Kong yang tiba di Taiwan pada April 2019 silam. Sejak itu dia membuka toko buku baru di ibu kota Taipei dan melanjutkan aktivisme demi demokrasi di kampung halamannya.
Buatnya, kehidupan di Taiwan menjamin hak sipil dan mengusir rasa takut kelak akan ditangkap polisi Hong Kong di bawah UU Keamanan Nasional yang dia anggap “konyol dan semena-mena.”
"Sejumlah buku yang ditulis tokoh pro-demokrasi dilarang di Hong Kong dan siapapun yang mengangkat secarik kertas putih saat aksi protes bisa dianggap ilegal di bawah UU Keamanan Nasional,” kata Lam kepada DW.
“Hong Kong memasuki memasuki era pencekalan buku. Tapi di Taiwan saya masih bisa membeli berbagai jenis buku.”
“Pemerintah Taiwan tidak akan melarang buku dengan dalih ‘keamanan nasional’, yang menunjukkan sistem hukum di Taiwan lebih masuk akal. Dengan kata lain, saya menjalani kehidupan yang sangat nyaman di Taiwan,” pungkasnya.
Dekat dengan kampung halaman
Sebuah survei yang dipublikasikan baru-baru ini di jurnal Foreign Policy menunjukkan 50% responden mengaku ingin meninggalkan Hong Kong. Dari jumlah itu, 29% memilih Taiwan sebagai negara tujuan, disusul Kanada dan Australia.
Lev Nacman, salah seorang penggagas survei, menilai jajak pendapat tersebut menunjukkan penduduk Hong Kong merasa lebih mudah beradaptasi dengan bahasa dan budaya Taiwan. “Hasil ini juga menunjukkan dukungan luas masyarakat dan pemerintah Taiwan terhadap warga Hong Kong,” ujarnya.
Namun begitu, Nachman mengaku pemerintah Taiwan harus lebih giat mensosialisasikan kebijakannya terkait pelarian dari Hong Kong. “Kami masih belum mengetahui kapasitas program bantuan pemerintah terhadap warga Hong Kong,” kata dia.
"Yang kami tahu adalah sudah ada kantor khusus untuk membantu penduduk Hong Kong. Tapi kami tidak tahu seberapa jauh mereka akan menyambut para pelarian,” ujarnya sembari menambahkan pemerintah di Taipei harus mulai “berpikir serius” menyusun rencana jangka panjang.
Tekanan dari Beijing?
Kebijakan pemerintah Taiwan menampung pelarian Hong Kong diyakini akan memicu reaksi dramatis dari Cina. Ketika Taipei mengumumkan rencana membantu warga Hong Kong, Mei silam, Beijing mewanti-wanti Taiwan agar tidak campur tangan.
Jurubicara Kepresidenan Taiwan, Kolas Yotaka, mengatakan pihaknya tidak berniat memanipulasi gerakan pro-demokrasi di Hong Kong, dan memiliki komitmen kemanusiaan buat membantu warga di sana yang berpotensi mengahadapi persekusi.
Warga Hong Kong yang sudah menetap di Taiwan mengaku penting untuk membentuk komunitas sendiri di negeri orang, demi merawat kebudayaan dan bahasa Hong Kong yang unik.
“Karena jumlah warga Hong Kong yang pindah ke Taiwan akan terus meningkat, menurut saya penting mencari cara merawat kebudayaan kami, bahasa dan gaya hidup kami di Taiwan,” kata pemilik toko buku, Lam Wing-Kee. “Kalau kita bisa mengumpulkan semua warga Hong Kong di Taiwan, ini bisa membuka peluang bagi kami untuk menghidupkan kembali kota di kampung halaman yang baru.” (rzn/vlz)