Food Estate Rasa Menhan

Menhan Prabowo Subianto mendapat tugas jalankan porgram lumbung pangan

Kementan RI
Presiden Joko Widodo, Menhan Prabowo Subianto dan Mentan Syahrul Yasin Limpo meninjau Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas, Kamis (9/7). Desa ini merupakan salah satu titik lahan yang terpilih untuk digunakan dalam pengembangan program food estate.
Rep: Retizen Red: Elba Damhuri

RETIZEN -- Penulis: Chusnatul Jannah, Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban


Presiden Jokowi secara khusus menunjuk Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto sebagai penanggung jawab proyek lumbung pangan nasional. Penugasan itu disampaikan saat kunjungan kerja Presiden di Kalimantan Tengah pada 9 Juli 2020. 

Inisiatif itu dilatarbelakangi adanya peringatan FAO terkait potensi krisis pangan dunia. Di sisi lain, Jokowi mengungkapkan bahwa urusan pertahanan bukan hanya alutsista, melainkan juga ketahanan pangan. 

Spekulasi pun mengemuka. Menurut pengamat politik, Ujang Komarudin, Ketua Umum Partai Gerindra itu cocok dan memiliki background yang sangat mumpuni pada sektor pertanian. 

Pasalnya, Prabowo pernah menjadi Ketua Umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia). “Cuma persoalannya Prabowo-nya mau apa tidak. Karena jabatan Menhan lebih bergengsi dari Mentan. Menhan merupakan menteri triumvirat,” demikian Ujang Komarudin. (Rmoljatim.id, 13/7/2020).

Sementara, menurut pengamat pangan, Wibisono mengatakan rencana pembangunan ketahanan pangan di Kalimantan Tengah keliru dan belum bisa diterapkan untuk menciptakan ketahanan pangan nasional. 

Ia menilai struktur tanah di Jawa lebih cocok untuk pertanian ketimbang Kalimantan yang lebih banyak mengandung tanah gambut. Meski demikian, Jokowi menegaskan lumbung pangan yang akan dibangun bukanlah tanah gambut, tapi tanah aluvial. 

Penugasan proyek food estate kepada Menteri Pertahanan bisa dimaknai dalam beberapa hal:

Pertama, diksi pertahanan. Mengutip definisi dari laman lemhanas.go.id, pertahanan secara umum adalah keadaan yang dihadapkan kepada ancaman dari luar negeri dan bersifat militer. 

Adapun ketahanan, yaitu daya tahan suatu bangsa dan akan lebih tepat dikategorikan di dalam lingkup dan materi keamanan insani yakni ancaman yang mengancam warga negara secara individual. Ini pengertian dari aspek kemiliteran. 

Bagaimana definisi ketahanan dari aspek pangan? Pengertian ketahanan pangan, tidak lepas dari UU No. 18/2012 tentang Pangan. 

Disebutkan dalam UU tersebut bahwa Ketahanan Pangan adalah "kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan". (Bulog.co.id). 

Dari definisinya saja, ketahanan versi militer dan pangan itu berbeda. Mengapa Pak Presiden justru mencampuradukkan tugas itu pada seseorang yang tengah aktif menjabat sebagai Menteri Pertahanan? 

Bukankah ada Menteri Pertanian yang lebih cocok mengemban tugas tersebut? Ada apa gerangan? 

Apakah Pak Presiden tak sepenuh hati mempercayai proyek lumbung pangan ini pada Pak Syahrul Yasin Limpo? Bila demikian, dugaan reshuffle kabinet makin menguat. 

Bisa saja Prabowo tengah dipersiapkan sebagai Menteri Pertanian. Melihat latar belakangnya yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum HKTI. 

Semasa pilpres 2019, ia pun terus bernarasi tentang ketahanan energi dan pangan nasional. Penugasan proyek lumbung pangan untuknya bak gayung bersambut. 

Kedua, tugas, pokok, dan fungsi lembaga kementerian haruslah jelas. Beberapa waktu lalu, Menteri Pertanian pernah sesumbar bakal memproduksi kalung eucalyptus yang diklaim mampu menangkal virus corona. 

Penemuan obat atau vaksin corona adalah pekerjaan yang semestinya ditangani Kementerian Kesehatan, bukan Kementan. Hal sama terjadi. Menhan diminta mengurus pangan yang seharusnya menjadi tugas vital Kementan. 

Sementara Kementerian Kesehatan sendiri lebih sibuk mengurus pergantian istilah ODP, PDP, dan OTG. Prestasi atas kebijakan Menkes sendiri belum menuai hasil berarti alias stagnan dan terkesan santai. 

Kenapa jadi kebolak-balik begini tupoksi Kementerian? Padahal lembaga bergengsi tersebut berada di bawah kendali Presiden. Meski Pak Jokowi memiliki wewenang merombak Kementerian, bukan berarti juga leluasa mengacak tupoksi lembaga tersebut. 

Nanti berpotensi tumpang tindih. Saat itu terjadi, bisa-bisa kementerian bergerak sendiri lantaran arahan dan tugas yang bias. 

Ketiga, sejauh penulis mengamati, komunikasi antara Presiden dan kementerian di bawahnya nampak tak lancar. Hal ini dibuktikan dengan penyampaian data serapan anggaran Kemenkes dalam menangani pandemi. Presiden bilang anggaran Rp 75 triliun baru terserap 1,53 persen. Sementera Kemenkes mengatakan anggaran yang ada sebesar Rp 25 triliun. Tidak semua ada di Kementerian Kesehatan. 

 

Perbedaan informasi data ini menunjukkan komunikasi Presiden dan Menterinya tidak berjalan baik. Termasuk memberikan proyek lumbung pangan ke Menhan juga sebenarnya kurang etis. Dalam hal ini, Presiden terkesan mengabaikan peran Kementan. 

Memahami makna pertahanan dan ketahanan itu penting. Agar tugas dan fungsi lembaga pemerintah jelas dan terarah. Sebuah negara memang membutuhkan pertahanan militer yang kuat. Belanja senjata dan alutsista akhirnya menjadi prioritas Menhan. Bagaimana jadinya bila konsentrasi itu buyar lantaran Menhan merangkap tugas urusi pangan? 

Bagaimana pula mekanisme proyek lumbung pangan Menhan? Bisakah itu berjalan seimbang tanpa memunculkan kecemburuan di lembaga pemerintahan? Jangan sampai ada kesan Menhan mengangkangi tugas Mentan. 

Hal sensitif semacam ini semestinya dilpikirkan secara matang oleh Presiden. Jangan sampai terkuak fenomena berulang di periode pertama. Para menteri saling lempar amanah. Rakyat pun dibuat bingung karena ulah mereka. 

Menata sebuah negara itu memang susah-susah ruwet. Tidak mudah dan tidak bisa serampangan asal memerintah. Harusnya semua pejabat negara memahami itu. 

Baik tidaknya sebuah pemerintahan bergantung pada sistem pemerintahan dan kepemimpinan pucuk pimpinan. Jangan sampai pemimpin tak paham tugas, pokok, dan fungsi dirinya dan lembaga di bawahnya. 

Inilah pentingnya seorang pemimpin harus memiliki jiwa leader dan negarawan. Ia harus memiliki pandangan tajam terhadap suatu permasalahan. Melihat jauh ke depan dengan paradigma jangka panjang. 

Ia pun wajib memikirkan kebijakan yang memberi kesejahteraan rakyat. Membangun negara berdaulat, mandiri, dan bebas dari intervensi kepentingan oligarki. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler