Kematian Akibat Covid-19 di Dunia Tembus 600 Ribu Jiwa
Infeksi Covid-19 di seluruh dunia telah menembus 14,2 juta kasus
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Wabah virus SARS-CoV-2 alias Covid-19 mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia awal tahun ini. Data dari Universitas Johns Hopkins menunjukkan bahwa angka kematian akibat virus tersebut telah mencapai 601.213 jiwa.
Seperti dilansir laman Aljazirah, Ahad (19/7) paparan kasus Covid-19 di seluruh dunia telah mencapai 14,2 juta kasus. Dari angka tersebut, sebesar 7,9 juta pasien berhasil sembuh dari infeksi penyakit tersebut.
Mengacu pada data itu, Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara dengan tingkat kematian tertinggi. Hingga saat ini setidaknya 140 ribu warga negara mereka tercatat telah meninggal dunia akibat virus yang muncul pada Desember 2019 lalu ini.
Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat menyusul kemunculan sejumlah kasus baru di 43 dari 50 negara bagian dalam dua pekan terakhir. AS juga masih mencatat tingkat penularan tertinggi mencapai 3,7 juta kasus infeksi dengan 1,1 juta warga berhasil sembuh.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan rekor peningkatan kasus virus corona secara global dalam dua berturut-turut. Mereka melaporkan setidaknya ada peningkatan 259.848 kasus dalam 24 jam di seluruh dunia. Paparan infeksi terbesar berasal dari AS, Brasil, India, dan Afrika Selatan.
Presiden Brasil, Jair Bolsonaro kemudian menerapkan kebijakan lockdown guna mengekang tingkat penyebaran virus Covid-19 di negaranya. Meskipun diakuinya, langkah tersebut akan mencekik perekonomian negara. Ekonomi Brasil diperkirakan terhambat di angka 6,4 persen tahun ini karena pandemi.
Brasil mencatatkan 28.532 kasus baru infeksi Covid-19 dalam 24 jam terakhir per Sabtu (18/7) waktu setempat. Sebanyak 921 kasus berakhir dengan kematian. Total infeksi Covid-19 di negara tersebut telah melebihi 2 juta kasus dengan angka kematian 78.722 pasien.
Kondisi yang terjadi memaksa para pemimpin Uni Eropa bersepakat untuk memperpanjang KTT mereka sampai Ahad nanti. Hal tersebut dilakukan setelah mereka gagal menyepakati dana guna menghidupkan kembali perekonomian mereka yang hancur akibat pandemi Covid-19.