AS Tambahkan 11 Perusahaan China Masuk Daftar Hitam
Sebelas perusahaan itu dinilai terlibat dalam pelanggaran HAM terkait Uighur.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) menambahkan 11 perusahaan China dalam daftar hitam ekonomi, Senin (20/7). Perusahaan tersebut dinilai terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia sehubungan terhadap warga Uighur di Xinjiang di Cina barat.
Departemen mengatakan, perusahaan-perusahaan itu terlibat dalam penggunaan kerja paksa terhadap warga Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya. Mereka terdiri dari beberapa perusahaan tekstil dan dua perusahaan yang sedang melakukan analisis genetik untuk digunakan dalam penindasan kaum Uighur dan minoritas Muslim lainnya.
Perusahaan yang masuk daftar hitam tidak dapat membeli komponen dari perusahaan AS tanpa persetujuan pemerintah. Deretan perusahan ini adalah kelompok ketiga dari perusahaan dan institusi di China yang ditambahkan ke daftar hitam. Sebelum ini, AS telah memasukan 37 entitas yang katanya terlibat dalam penindasan China di Xinjiang ke dalam daftar tersebut.
"Beijing secara aktif mempromosikan praktik kerja paksa dan skema analisis dan pengumpulan DNA yang tercela untuk menekan warganya," kata Menteri Perdagangan, Wilbur Ross, dalam sebuah pernyataan.
Perusahaan-perusahaan yang ditambahkan ke daftar hitam termasuk KTK Group Co, yang memproduksi lebih dari 2.000 produk untuk membangun kereta berkecepatan tinggi, dari elektronik hingga kursi. Ada pula Tanyuan Technology Co yang merakit komposit alumunium konduktif termal tinggi.
Perusahaan lain adalah Changji Esquel Textile Co, yang diluncurkan Esquel Group pada 2009. Esquel Group memproduksi pakaian untuk Ralph Lauren, Tommy Hilfiger dan Hugo Boss. Pada April, Esquel membantahnya menggunakan kerja paksa di Xinjiang.
Pada Mei, Kementerian Luar Negeri China mengkritik penambahan daftar entitas di dengan alasan AS telah merentangkan konsep keamanan nasional, menyalahgunakan langkah-langkah pengendalian ekspor, melanggar norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, serta mencampuri urusan dalam negeri Cina. Dwina Agustin/reuters