Cahaya Peradaban Islam di Afrika Barat (1)
Universitas Sankore menjadi obor peradaban Islam di Afrika Barat.
REPUBLIKA.CO.ID, TIMBUKTU -- Ke mana para pelajar Muslim di abad ke-12 hingga 16 M menimba ilmu? Universitas Sankore, pasti jawabannya. Tinta emas sejarah peradaban Islam mencatat perguruan tinggi yang berada di Timbuktu, Mali, Afrika Barat, itu selama empat abad lamanya sempat menjelma menjadi lembaga pendidikan berkelas dunia.
Meski tak setenar Universitas Al-Azhar di Mesir dan Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko, pada era kejayaan Islam Universitas Sankore telah menjadi obor peradaban dari Afrika Barat. Laiknya magnet, perguruan tinggi yang berdiri pada 989 M itu mampu membetot minat para pelajar dari berbagai penjuru dunia Islam untuk menimba ilmu di universitas itu.
Pada abad ke-12 saja, jumlah mahasiswa yang menimba ilmu di Universitas Sankore mencapai 25 ribu orang. Dibandingkan Universitas New York di era modern sekalipun, jumlah mahasiswa asing yang belajar di Universitas Sankore pada sembilan abad yang lampau masih jauh lebih banyak. Padahal, jumlah penduduk Kota Timbuktu di masa itu hanya berjumlah 100 ribu jiwa.
Penulis asal Prancis, Felix Dubois dalam bukunya bertajuk, Timbuctoo the Mysterious, Universitas Sankore menerapkan standar dan persyaratan yang tinggi bagi para calon mahasiswa dan alumninya. Tak heran jika universitas tersebut mampu menghasilkan para sarjana berkelas dunia.
Universitas Sankore diakui sebagai perguruan tinggi berkelas dunia. Karena, lulusannya mampu menghasilkan publikasi berupa buku dan kitab yang berkualitas. Buktinya, baru-baru ini di Timbuktu, Mali, ditemukan lebih dari satu juta risalah. Selain itu, di kawasan Afrika Barat juga ditemukan tak kurang dari 20 juta manuskrip.
Jumlah risalah sebanyak itu dengan tema yang beragam dinilai kalangan sejarawan sungguh sangat fenomenal. "Koleksi risalah kuno yang ditinggalkan kepada kita di Universitas Sankore membuktikan daya tarik dan kehebatan institusi pendidikan tinggi itu," papar Sejarawan Runoko Rashidi. Menurutnya, fakta sejarah itu sungguh menarik untuk kembali diungkap.
Jutaan risalah yang dihasilkan para ilmuwan dan ulama di Universitas Sankore sungguh luar biasa kaya. Baik dalam gaya, isi, serta menggambarkan kedalaman pengetahuan dan intelektualitas para pelajar dan sarjananya. "Fakta ini juga mampu mematahkan mitos selama ini yang menyatakan bahwa masyarakat Afrika lebih dominan dengan budaya tutur," cetus Emad Al-Turk, pimpinan dan salah satu pendiri Internasional Museum of Muslim Cultures (IMMC).
Menurut Emad, temuan jutaan manuskrip kuno dari Universitas Sankore itu membuktikan bahwa masyarakat Afrika memiliki budaya baca dan kebudayaan yang sangat tinggi. Apalagi pada abad ke-12 hingga 16 M, fakta membuktikan bahwa perdagangan buku di Mali sangat pesat dan merupakan bisnis yang menguntungkan. "Itu membuktikan bahwa masyarakat Afrika Barat sangat gemar membaca dan gandrung pada ilmu pengetahun," imbuh Emad.
Tingkat keilmuan para alumni Sankore juga diperhitungkan universitas lain di dunia Islam. "Secara mengejutkan, banyak sarjana lulusan Universitas Sankore diakui sebagai guru besar di Maroko dan Mesir. Padahal, belum tentu kualitas keilmuan sarjana lulusan Al-Azhar dan Al-Qarawiyyin memenuhi standar di Sankore," imbuh Felix Dubois.