Pahala Sholat Hajat
Kalau kita sholat Hajat, Allah berikan apa yang kita pinta cepat atau lambat.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA
Sejak di alam azali, alam rahim, hingga alam dunia, kita tak lepas dari berhajat kepada Allah SWT. Begitu juga, sejak bayi, remaja, jadi pemuda, paruh baya, hingga tua. Sejak masih miskin hingga sudah kaya raya, kita tetap saja berhajat kepada Allah SWT. Bahkan sedikit saja kita ditimpa susah, buru-buru kita sholat Hajat meminta mudah.
Kita memang dimanja hidup di dunia oleh Allah SWT. Buktinya, Nabi SAW melegitimasi sholat Hajat, “Barang siapa yang berwudhu dengan sempurna, kemudian sholat Hajat dua rakaat hingga sempurna rakaatnya, maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat.” (HR Ahmad). Inilah pahala sholat Hajat yang kasat mata, bisa diverifikasi, dan dirasakan.
Bahkan perintah sholat Hajat, dilaksanakan tidak hanya saat berhajat kepada Allah SWT, tapi juga ketika berhajat kepada manusia. Nabi SAW yang mengatakan hal itu, “Barang siapa yang mempunyai kebutuhan kepada Allah atau manusia, maka wudhulah dengan baik. Kemudian sholat Hajat dua rakaat, lalu memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi.” (HR. Turmudzi).
Jadi, secara filosofis, sholat Hajat dilaksanakan karena kita butuh kepada Allah SWT. Kita sadar Dialah yang memiliki seisi hamparan langit dan sebulat lingkaran bumi. Sementara kita berpijak di bumi dalam keadaan tak berdaya. Faktanya, udara, makanan, dan minuman sebagai komponen primer hidup kita, setiap hari harus dipasok oleh Allah SWT.
Hingga hari ini, ketika kita mengklaim telah mencapai peradaban tertinggi, kita belum kunjung bisa menciptakan makanan sendiri. Untuk menyantap sesuap nasi, Allah SWT harus menumbuhkan padi bagi kita. Hingga hari ini kita belum mampu menumbuhkan seuntai padi dan sebulir gandum. Kita baru bisa mengolahnya. Memodifikasinya.
Untuk meminum seteguk air, Allah SWT harus memancarkan mata air ke permukaan bumi. Memang kita yang menggali sumur atau mengebornya. Tapi hingga hari ini kita belum mampu menciptakan setetes air. Padahal bagi kita dan makhluk hidup lainnya, air adalah kehidupan. Logis, kalau kita berhajat besar kepada Allah SWT.
Maka, jadilah setiap hari Allah SWT menyediakan bagi kita puluhan miliar piring nasi untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Begitu pula, minuman yang dikonsumsi dalam beragam warna, aroma, dan cita rasa. Air sebagai bahan bakunya dalam jutaan galon setiap hari, disiapkan oleh Allah SWT tanpa diminta, tanpa sholat hajat lebih dulu.
Namun, sedemikian banyak nikmat yang telah Allah SWT berikan, tetap saja kita dibolehkan meminta lebih ketika dirasa kurang. Meminta sehat ketika dirasa sakit. Meminta gampang ketika dirasa sulit. Meminta kemenangan ketika dirasa takut akan terkalahkan. Meminta gembira ketika sedih mendera. Inilah wajah infantilis kita.
Sejauh ini, seharusnya kita telah menjadi orang yang selesai dengan diri kita. Sholat Hajat kita tak lagi untuk kita. Tapi untuk mereka yang miskin dan dimiskinkan. Untuk mereka yang lapar dan dibuat lapar. Untuk mereka yang bodoh dan dibuat bodoh. Untuk mereka yang direnggut hak-haknya, dibungkam kebebasannya. Inilah sholat Hajat transformatif.
Untuk mereka di belahan bumi Afrika, mari kita layangkan sholat Hajat kita bagi jutaan anak malnutrisi dan kekurangan gizi. Untuk para wanita yang belum tersentuh emansipasi. Lalu bagi mereka yang berada di zona konflik Timur Tengah, semoga mereka tidak lagi dibombardir dengan mortir, diancam dengan senjata berhunus pedang.
Sebagai warga bangsa yang cinta terhadap tanah air, saatnya salat Hajat yang kita laksanakan, kita peruntukkan bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam lirih doa salat Hajat, kita mohonkan agar bangsa kita maju, berkembang dan berpengaruh di kawasan, baik regional maupun internasional. Maka, itu perlu direkomendasikan sholat Hajat nasional.