Warga Yazidi Kisahkan Kekejaman ISIS Selama Kuasai Irak

ISIS di Irak melakukan kekejaman dan kebiadaban terhadap Yazidi.

Reuters.
ISIS di Irak melakukan kekejaman dan kebiadaban terhadap Yazidi. Ada ribuan warga Yazidi yang mengungsi dari Iraq.
Rep: Ali Yusuf Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komunitas Yazidi di Kota Mount Gambier, Australia Selatan, akan berkumpul har ini, Senin (3/8) untuk memperingati hari serangan militer Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang menewaskan ribuan kaum mereka di Irak utara. Kendati sudah enam tahun berlalu, kekejaman ISIS masih melekat di benak mereka.

Baca Juga


Selama berabad-abad, komunitas Yazidi adalah minoritas tanpa kewarganegaraan yang selalu dianiaya di Irak utara. 

Puncaknya pada 3 Agustus 2014, pasukan ISIS menyerang mereka. Parlemen Australia menyebut peristiwa itu sebagai genosida karena ribuan orang dari kaum Yazidi yang tewas.

Sebagian dari mereka yang berhasil lolos kini menetap di Mount Gambier. Jelang peringatan hari kelabu itu, komunitas Yazidi di Mount Gambier berharap warga Australia Selatan mendukung mereka sebagai tanda solidaritas.

Ahmed Murad, salah satu penyintas yang tiba di Mount Gambier awal tahun ini, mengatakan, dirinya ingin dunia dan Australia memahami trauma yang dialami kaumnya. "Mereka menculik saudara perempuanku, mereka mengguncang kotaku yang terluka, dan menghancurkan hati setiap ibu dan ayah," kata Murad kepada Abc.net, Ahad (2/8). 

Murad sendiri memang masih merasakan rasa sakit dan pilunya kampanye militer ISIS itu terhadap kaumnya. Masih terlintas di benaknya ketika melihat sekitar 2.000 mayat tergeletak.  

"Aku tidak bisa mempercayai pemandangan itu, aku tidak pernah melupakan darah itu, kehancuran, dan jeritan anak-anak yang menggema di langit," kata Murad. "Ada wajah-wajah hancur di setiap arah, aku berbalik dan aku menangis bersama mereka," imbuhnya. Kendati peristiwa mengerikan itu telah melenyapkan banyak kaumnya, komunitas Yazidi masih berharap anak-anak dan perempuan mereka yang diculik bisa kembali suatu hari nanti. 

Termasuk Murad karena saudara perempuannya masih ditahan ISIS dan digunakan sebagai budak seks. Sebagian lain terlantar di kamp-kamp pengungsi. Meski telah merasakan penderitaan yang begitu dalam dan menghadapi pembantaian yang tak pernah terbayangkan, kata Murad, tapi dunia tampak belum bertindak serius. 

 

Serangan dini hari 

Murad mengatakan, serangan militer ISIS 3 Agustus 2014 itu terjadi pukul 02.00 dini hari. Ia bersama ribuan kaumnya diculik dengan kepala ditutupi kain hitam. Sedikit beruntung, Murad bisa melarikan diri ke atas sebuah rumah, lalu pergi bersembunyi di Gunung Sinjar. Gunung Sinjar adalah kawasan di Irak utara yang dijadikan tempat pelarian oleh kaum Yazidi meski kemudian mereka juga banyak dibantai di sana. 

Murad berhasil kabur dari Gunung Sinjar. Ia kini menetap di Mount Gambier bersama saudara perempuannya, Jameelah, dan ibunya Adolah Abbaso yang menggunakan kursi roda karena teroris ISIS menabraknya di mobil.

Salvana Awsee, yang tiba di Mount Gambier pada Mei tahun lalu bersama saudara dan ibunya, juga ingin warga Australia mengetahui tentang pembantaian yang terjadi di tanah kelahirannya. Pria 24 tahun itu akan menceritakan tentang "hari yang kelam" tersebut.

Awsee merupakan salah satu dari ribuan kaum Yazidi yang berhasil kabur dari Gunung Sinjar setelah menetap tujuh hari. Ia kabur ke Suriah, lalu ke Kurdistan dengan berjalan kaki  selama 12 jam tanpa sepatu.

Dalam perjalanan kabur itu, banyak anggota kaum Yazidi yang tewas, terutama anak-anak. Mereka tak terhadap cuaca yang panas, kelaparan, dan kehausan. Salah satu di antara 10 ribu kaum Yazidi yang tewas itu adalah ayah Awsee.

Awsee mengatakan, ISIS telah menghancurkan desanya, dan merenggut banyak nyawa kaumnya. "ISIS juga merampok masa depan dan impian kami," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler