Pemerintah Siapkan Regulasi Sekolah Tatap Muka
Sekolah tatap muka disebut sebagai upaya menjaga kesehatan jiwa anak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menyiapkan regulasi dan kesepakatan bersama terkait pembelajaran siswa secara luring atau tatap muka di masa pandemi Covid-19. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Jiwa Dr dr Fidiansjah Sp.KJ, MPH dalam keterangannya disampaikan melalui telekonferensi di Jakarta, Rabu (5/8), kementerian-lembaga yang terlibat tengah menyiapkan kesepakatan bersama terkait pembelajaran yang harus disiapkan dalam konteks tatanan hidup yang baru.
Panduan dalam hal pembelajaran secara langsung di masa pandemi dengan berbagai aturan dan protokol kesehatan yang ketat, kata Fidiansjah, harus dilakukan oleh siswa, guru, dan juga orang tua.
Dia menyebut, sistem pembelajaran langsung ini sekaligus sebagai upaya menjaga kesehatan jiwa anak agar tidak terganggu di masa pandemi Covid-19. Selain itu, juga untuk memberikan akses pembelajaran bagi siswa yang tidak terjangkau dalam sistem pembelajaran jarak jauh.
Dia menjelaskan anak memiliki peningkatan faktor risiko untuk mengalami gangguan kesehatan jiwa dikarenakan berbagai tekanan psikososial tersebut. Kemenkes mencatat sebanyak 32 persen anak tidak mendapatkan program belajar dalam bentuk apapun sedangkan 68 persen anak memiliki akses.
Dalam masa pandemi sistem pembelajaran dilakukan dari jarak jauh. Kemenkes mencatat 37 persen anak tidak bisa mengatur waktu belajarnya, 30 persen anak kesulitan memahami pelajaran, 21 persen anak tidak memahami instruksi dari guru.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan 47 persen anak merasa bosan tinggal di rumah, 35 persen khawatir ketinggalan pelajaran, 15 persen merasa tidak aman, 34 persen merasa takut terinfeksi virus Covid-19, 20 persen merindukan teman-temannya, dan 10 persen merasa khawatir terhadap penghasilan orang tua yang mulai berkurang.
Selain itu, Fidiansjah juga memberikan catatan dikarenakan adanya sistem pembelajaran jarak jauh melalui daring meningkatkan kekerasan fisik terhadap anak (11 persen), dan kekerasan verbal pada anak (62 persen). Menurut Fidiansjah, hal itu dikarenakan beban orang tua yang bertambah untuk memberikan pelajaran kepada anak sementara harus menuntaskan pekerjaan sehari-harinya.