Warga Lebanon Skeptis Terhadap Investigasi Ledakan Beirut
Warga Lebanon marah karena pemerintah mendiamkan bahan peledak disimpan di pelabuhan
REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pemerintah melakukan investigasi untuk menyelidiki penyebab ledakan besar yang terjadi di pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8). Pemerintah mengatakan mereka yang bertanggung jawab menjaga gudang penyimpanan di pelabuhan akan ditempatkan dalam tahanan rumah.
Namun penyelidikan itu menimbulkan kemarahan warga Lebanon setelah sejumlah pejabat mengetahui bahwa ada bahan-bahan peledak yang disimpan di salah satu gudang di pelabuhan selama lebih dari enam tahun. Kemarahan tersebut diungkapkan oleh warga Lebanon melalui media sosial dengan tagar "tutup mulut" dalam bahasa Arab.
Menteri Pekerjaan Umum Michel Najjar mengatakan kepada Aljazirah, dia mengetahui keberadaan bahan peledak yang disimpan di pelabuhan Beirut 11 hari sebelum ledakan. Dia mengetahuinya melalui laporan yang diberikan oleh Dewan Pertahanan Tinggi Lebanon.
"Tidak ada menteri yang tahu apa yang ada di hanggar atau kontainer, dan bukan tugas saya untuk mengetahuinya," kata Najjar.
Najjar mengatakan dia menindaklanjuti masalah tersebut namun pada akhir Juli pemerintah memberlakukan lockdown di tengah pandemi virus corona. Pada Senin (3/8), Najjar berbicara dengan manajer umum pelabuhan, Hasan Koraytem. Ketika itu, Najjar meminta Koraytem mengirimkan semua dokumen yang relevan untuk penyelidikan lebih lanjut.
Namun permintaan Najjar terlambat. Keesokan harinya, sekitar pukul 18.00 waktu setempat sebuah gudang di pelabuhan meledak dan menghancurkan sebagian besar kota Beirut.
Najjar mengatakan pada Rabu (5/8) dirinya telah mengirim 18 surat kepada hakim terkait masalah mendesak Beirut sejak 2014. Namun pengadilan tidak melakukan apa pun. Najjer menolak untuk memberikan dokumen tersebut kepada Aljazirah dengan alasan penyelidikan berkelanjutan atas penyebab ledakan.
"Pengadilan tidak melakukan apa-apa. Itu kelalaian," ujar Najjer.
Seorang ahli hukum Lebanon terkemuka Nizar Saghieh mengatakan tanggung jawab untuk mengawasi pelabuhan terletak pada otoritas pelabuhan, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Bea Cukai Lebanon. Dia menegaskan bahwa hakim tidak memiliki peran untuk menemukan tempat-tempat yang digunakan menyimpan barang berbahaya.
"Jelas tidak tergantung pada hakim untuk menemukan tempat yang aman untuk menyimpan barang-barang ini," ujar Saghieh.
Sebagian besar warga Lebanon menuntut pertanggungjawaban mengenai bagaimana 2.750 ton bahan kimia yang mudah meledak disimpan di dekat permukiman Beirut selama lebih dari enam tahun. Mereka menilai kurangnya akuntabilitas, korupsi yang merajalela, dan kesalahan mengurus negara setelah perang saudara menjadi penyebab ledakan.
Perdana Menteri Hassan Diab memimpin komite investigasi yang terdiri dari menteri kehakiman, menteri dalam negeri, menteri pertahanan, dan empat badan keamanan tingkat tinggi Lebanon yakni Angkatan Darat, Keamanan Publik, Pasukan Keamanan Dalam Negeri, dan Keamanan Negara. Komite tersebut telah ditugaskan untuk melaporkan temuannya kepada kabinet dalam waktu lima hari. Setelah itu kabinet akan merujuk temuan itu kepada pengadilan.
Di sisi lain, manajemen pelabuhan telah dibagi menjadi beberapa otoritas. Otoritas pelabuhan menjalankan operasi pelabuhan dan pekerjaannya diawasi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Transportasi.
Sementara Badan Kepabeanan Lebanon mengendalikan semua barang yang masuk dan keluar dari negara itu. Sedangkan badan keamanan Lebanon memiliki pangkalan di pelabuhan.