Ekonomi Bali Diproyeksi Pulih pada Kuartal III 2020
Ekonomi Bali terkontraksi dalam karena sektor wisata yang tutup selama pandemi.
REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali memproyeksikan kondisi ekonomi di Pulau Dewata kuartal III 2020 akan membaik seiring strategi pemulihan tatanan ekonomi. Pemulihan dilakukan melalui penerapan tatanan kehidupan baru sektor pariwisata yang mengedepankan aspek kebersihan, kesehatan, dan keamanan.
"Berbagai peluang harus dioptimalkan, dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat. Dengan demikian, pemulihan aspek ekonomi dan kesehatan dapat berjalan secara pararel," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, di Denpasar, Kamis (6/8).
Trisno mengemukakan optimisme tersebut meskipun ekonomi Bali pada kuartal II 2020 kembali mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan kuartal sebelumnya. Menurut perhitungan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, dampak Covid-19 terhadap perekonomian Bali pada kuartal II 2020 sangat besar, yakni mencapai minus 10,98 persen (yoy). Pada kuartal I, pertumbuhan ekonomi Bali minus 1,14 persen (yoy).
Trisno menambahkan, pemulihan wisatawan domestik diperkirakan akan berjalan lebih awal dibandingkan dengan pemulihan wisatawan mancanegara. Hal ini terkonfirmasi dari "leading indicator" jumlah kedatangan penumpang domestik di bandara internasional I Gusti Ngurah Rai yang tercatat sebesar 35.934 orang pada Juli 2020, atau tumbuh 468,94 persen (mtm).
"Optimisme pemulihan ini juga terkonfirmasi dari pengolahan 'big data' google trends yang mencerminkan bahwa minat wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara ke Bali sangat besar. Pencarian travel di Bali tercatat lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia maupun destinasi wisata lainnya di kawasan Asia," ujar Trisno.
Terkait dengan dampak pandemi Covid-19, dari sisi lapangan usaha, sebagian besar lapangan usaha utama tumbuh negatif, hanya tiga lapangan usaha yang tumbuh positif, yaitu informasi/komunikasi, jasa kesehatan, dan real estate. Sementara itu, sektor transportasi dan penyediaan akomodasi makan dan minum mengalami kontraksi sebesar 39,48 persen dan 33,10 persen.
"Kedua sektor ini sangat erat hubungannya dengan pariwisata dimana menjadi tulang punggung perekonomian Bali (sekitar 58 persen ekonomi Bali tergantung pada pariwisata). Kebutuhan listrik, terutama di hotel-hotel, di masa pandemi ini juga menurun yang menyebabkan sektor listrik, gas, dan air tumbuh minus 21,04 persen. Hal ini disebabkan oleh kunjungan wisatawan mancanegara yang tumbuh negatif ( minus99,97 persen, yoy)," kata Trisno.
Kemudian dari sisi permintaan, semua komponen pengeluaran tumbuh negatif dengan kontraksi terdalam pada komponen ekspor luar negeri (minus 93.02 persen, yoy). Kinerja ekspor luar negeri yang kontraksi disebabkan oleh penurunan kunjungan wisatawan mancanegara.
Selain itu, kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi juga tercatat kontraksi, masing-masing 3,57 persen dan 15,48 persen.
"Kinerja impor juga terkontraksi sebesar 89,68 persen seiring dengan tertahannya kinerja pariwisata sehingga menurunkan permintaan bahan makanan impor serta adanya tekanan pelemahan nilai tukar rupiah," kata Trisno.