Wisata Kuliner, Cara Gaet Wisatawan di Era New Normal
Wisata kuliner sekaligus dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi virus corona telah berdampak pada penutupan seluruh destinasi wisata di Indonesia yang sebagian besar menjadi ladang penghidupan masyarakat setempat. Sekalipun telah mulai dibuka terbatas, wisatawan masih enggan dan khawatir terhadap penyebaran virus. Wisata kuliner dianggap menjadi alternatif untuk memantik pengujung sekaligus lapangan kerja sektor pariwisata selama pandemi berlangsung.
Salah satunya yang dilakukan di destinasi wisata rafting Jurang Sate di Desa Sepakek, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Sport tourism ini baru dibuka Oktober 2019 lalu dan mulai memiliki banyak pengujung. Namun, awal 2020 terpaksa ditutup demi mencegah penularan virus corona.
Sejak Juli 2020, kawasan mulai dibuka secara terbatas dengan sosialisasi protokol kesehatan yang ketat. Pembukaan itu seiring adanya penerapan era normal baru dari pemerintah. Namun, nyatanya belum dapat beroperasi normal karena masyarakat masih enggan datang.
Gerakan wisata kuliner menjadi salah satu alternatif agar masyarakat sekitar bisa tetap mendapatkan penghasilan. Konsep itu diinisiasi oleh para akademisi Universitas Pendidikan Mandalika (Undikma) dengan membuat wisata kuliner deret Jurang Sate.
"Kegiatan ini salah satu pengabdian kepada masyarakat kerja sama para dosen bersama Kementerian Riset dan Teknologi. Tujuannya untuk membangkitkan ekonomi masyarakat sekitar," kata Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Undikma, Muhammad Husein Baysha saat diwawancarai Republika.co.id, Kamis (13/8).
Ia mengatakan, adanya konsep wisata kuliner deret di tengah pandemi diharapkan bisa menopang wahana wisata sport tourism Jurang Sate yang hingga kini masih sepi pengujung. Menurutnya, dibutuhkan alternatif agar kawasan yang baru dibuka itu tetap dapat menarik pengunjung namun tentu dengan protokol kesehatan.
Wisata deret kuliner kemudian didukung dengan pelatikan dan pendampingan pengasapan ikan air tawar yang menjadi makanan olahan khas setempat. Seperti misalnya ikan air tawar seperti nila, mujair, belut.
"Semua diolah melalui proses pengasapan dengan teknologi tepat guna pengasapan ikan (Peta). Wisata ini rencananya dibuka Oktober 2020 dan dikembangkan sampai tahun 2021," kata Husein.
Menurut dia, dengan adanya konsep baku yang digerakkan dan dijalankan oleh masyarakat, kawasan wisata dapat hidup kembali di masa new normal. Masyarakat juga dapat mengoptimalkan produksi makanan khas setempat untuk dapat dipasarkan kepada para wisatawan.
Husein menuturkan, gerakan itu juga telah mendapatkan dukungan dari pemerintah setempat dan melibatkan Lembaga Karang Taruna Duta Taruna, Kelompok Sadar Wisata Kenal Jarin, serta Badan Usaha Milik Desa Sahara Jaya. "Wisata kuliner ini sudah disosialisasikan bersama dan kawasan Jurang Sate sendiri sedang ditata kembali setelah lama ditutup," ujarnya.
Pengelola Wisata Jurang Sate, Mamik Solikin, menuturkan, disaat kawasan wisata mulai dikenal pengujung, terpaksa operasional dihentikan akibat pandemi Covid-19. Ia mengakui bahwa dalam waktu berbulan-bulan kwasan sama sekali tak mendapat pemasukan.
Pihaknya memahami, penutupan itu sebagai imbas dari penerapan Pembatasan Sosial Bersakala Besar yang mengharuskan destinasi ditutup sementara. "Wisatawan sepi sejak ada pandemi, bahkan sampai ini kami para pelaku wisata tidak ada pemasukan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Desa Sepakek, Sihabudin, mengatakan, pemerintah mendukung langkah-langkah gerakan wisata untuk menggairahkan kembali sektor pariwisata. Ia menuturkan, upaya dukungan yang dapat dilakukan pemerintah yakni dengan sosialisasi masif kepada masyarakat, persiapan peralatan, serta pendampingan bersama akademisi bagi para pelaku usaha kuliner.