Ilmuwan Berusaha Kembalikan Badak Sumatra dari Kepunahan

Ilmuwan berencana mengembangkan bayi tabung badak.

Republika / Darmawan
Seekor Badak jantan bernama Harapan Nampak buang air kecil di dalam Suaka Rhino Sumatera (SRS) Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung Timur, Senin (20/3).
Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan berupaya mengembalikan populasi badak sumatera di Malaysia. Namun upaya mereka terkendala birokrasi dan diplomasi.

Ilmuwan dari Malaysia tengah berupaya mengembalikan keberadaan badak sumatera di Malaysia dengan menggunakan teknologi sel induk eksperimental yang berasal dari sisa-sisa sel kulit badak yang telah mato.

“Saya sangat yakin," ujar ahli biologi molekuler Muhammad Lokman Md Isa kepada Reuters di laboratorium tempatnya bekerja di Universitas Islam Internasional Malaysia.

Baca Juga


"Jika semuanya berfungsi, bekerja dengan baik, dan semua orang mendukung kami, itu bukan hal yang mustahil."

Iman, badak sumatera betina terakhir di Malaysia, pada November 2019 lalu telah mati di sebuah cagar alam di pulau Kalimantan akibat kanker. Kematian Iman hanya berselang enam bulan setelah kematian badak jantan terakhir Malaysia yang bernama Tam. Saat ini, yang tersisa dari keberadaan Iman adalah sampel kulit, telur, dan beberapa jaringan.

Badak sumatera adalah badak terkecil di dunia dan satu-satunya badak Asia yang bercula dua. Dahulu, badak sumatera hidup bebas di alam liar mulai dari wilayah Himalaya timur di Bhutan, bagian timur India, Myanmar, Thailand, hingga ke Indonesia dan Malaysia.

Badak sumatera dan badak jawa sama-sama berstatus hampir punah. Namun badak sumatera mengalami ancaman kepunahan yang lebih besar lagi akibat perburuan, hilangnya habitat dan terisolasi dari badak lainnya.

Badak-badak yang tersisa bertahan hidup dalam populasi kecil yang terpisah sehingga menyulitkan mereka untuk menemukan badak lain dan berkembang biak. Saat ini ada 80 ekor badak sumatera yang tersisa, semuanya hidup di wilayah Indonesia.

Rencana kembangkan bayi tabung badak
Ketika masih hidup, para ilmuwan dan pegiat konservasi berupaya membuat Iman dan Tam berkembang biak, tetapi tidak berhasil.

"Dia ibarat seorang laki-laki berusia 70 tahun, jadi tentu saja Anda tidak mengharapkan spermanya bisa sebaik itu," kata John Payne dari Borneo Rhino Alliance (BORA), yang telah berkampanye menyelamatkan badak di Malaysia selama sekitar empat dekade.

“Tampaknya jelas, untuk meningkatkan peluang keberhasilan berkembang biak, harus ada sperma dan telur dari badak di Indonesia. Namun hingga saat ini, Indonesia masih belum tertarik dengan hal tersebut.”

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia membantah tuduhan bahwa persaingan lintas batas telah mengakibatkan badak di Malaysia punah. Kementerian KLHK mengatakan terus melakukan pembicaraan untuk bekerja sama para konservasionis di Malaysia.

“Karena ini bagian dari hubungan diplomatik, pelaksanaannya harus sesuai dengan regulasi masing-masing negara,” ujar Indra Exploitasia, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian KLHK.

Para ilmuwan Malaysia berencana menggunakan sel dari badak yang mati untuk menghasilkan sperma dan telur. Nantinya, sperma dan telur ini akan menghasilkan bayi tabung untuk ditanamkan ke dalam hewan hidup atau spesies yang memiliki hubungan kekerabatan yang cukup dekat seperti kuda. Rencana ini serupa dengan upaya konservasi badak putih utara di Afrika yang jumlahnya hanya tinggal dua ekor.

Namun proses ini masih jauh dari kemungkinan untuk dapat melahirkan hewan baru. Thomas Hildebrandt dan Cesare Galli, ilmuwan yang memimpin penelitian tersebut mengatakan jika berhasil, kurangnya keanekaragaman genetik pada hewan yang diproduksi dengan cara ini dapat mengancam kelangsungan hidup mereka dalam jangka panjang.

Ilmuwan Indonesia, Arief Boediono, termasuk salah satu ilmuwan yang terlibat dalam proses ini di Malaysia. Ia berharap kesuksesan proses tersebut dapat memberikan pelajaran untuk membantu perkembangbiakan badak di Indonesia.

“Mungkin butuh lima, 10, hingga 20 tahun, saya tidak tahu. Tapi sudah ada beberapa keberhasilan yang melibatkan tikus laboratorium di Jepang, jadi itu berarti ada peluang," ucap dia.

Sebelumnya, para peneliti di Jepang telah berhasil menumbuhkan gigi dan organ lain seperti pankreas dan ginjal menggunakan sel induk embrio dari tikus dan mencit untuk menumbuhkan organ pengganti bagi manusia.

 

sumber: https://www.dw.com/id/upaya-malaysia-kembalikan-badak-sumatera-dari-kepunahan/a-54554184

sumber : DW
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler