MUI: Rayakan 1 Muharram Sesuai Ajaran Islam

Perayaan 1 Muharram sebenarnya menjadi momen evaluasi diri.

Republika/EH Ismail
MUI: Rayakan 1 Muharram Sesuai Ajaran Islam. Pawai kendaraan hias menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram. Ilustrasi
Rep: Rizky Suryarandika Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim di Indonesia biasa merayakan datangnya 1 Muharram atau tahun baru Islam dengan berbagai kegiatan bernuansa keagamaan dan kebudayaan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau segala kegiatan perayaan 1 Muharram harus sesuai ajaran Islam.

Baca Juga


Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, Muhammad Cholil Nafis mengatakan sesuai namanya, yaitu tahun baru Islam, maka kegiatan perayaannya tak boleh melenceng dari ajaran Islam. Muslim di Indonesia sepatutnya menyadari bahwa Islam bukan agama yang mengajarkan pesta pora atau bermewah-mewahan tanpa tujuan.

"Yang perlu dipesankan adalah (perayaan 1 Muharram) dengan cara-cara yang disesuaikan dengan Islam, bukan hura-hura, jangan yang mubadzir," kata Kiai Cholil pada Republika.coid, beberapa waktu lalu.

MUI mendukung jika perayaan 1 Muharram justru mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi Muslim. Misalnya mengadakan pengajian dan tadarus di masjid maupun lapangan terbuka.

"Dan biasanya kalau tahun baru Islam itu selalu khidmat dan baik, ini perlu terus digencarkan," ujar aktivis Nahdlatul Ulama tersebut.

Cholil mengingatkan prinsip perayaan tahun baru Islam sebenarnya menjadi momen evaluasi diri. Muslim dianjurkan menyadari segala kesalahan di tahun ini agar tak terulang lagi di tahun berikutnya. Pada waktu tahun baru Islam juga momen tepat meminta ampunan Allah atas dosa-dosa tahun ini.

"Malah tradisi harus terus digalakkan. Bahwa kita harus menghormati waktu, pertambahan waktu itu menjadi muhasabah, evaluasi diri, apa capaian-capaian, apa resolusinya," ucap Cholil.

Beragam cara dilakukan umat Islam Tanah Air untuk menyambut datangnya tahun baru Hijriyah. Tradisi-tradisi unik dilakukan lahir dari adat masyarakat setempat. Dalam proses waktu, tradisi itu lahir dari proses asimilasi panjang yang terjadi di Indonesia.

Di Bengkulu, Muslim memiliki tradisi Tabot yang awalnya untuk mengenang gugurnya cucu Nabi Muhammad, Husein bin Ali Abu Thalib dalam perang. Namun, acara tersebut kini mulai bergeser dengan tujuan menyambut pergantian tahun Islam.

Di tanah Jawa juga terdapat banyak tradisi dalam menyambut Tahun Baru Islam. Dalam buku Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa, Muhammad Sholikhin, menjelaskan dalam kepercayaan orang jawa tahun baru Hijriyah yang jatuh pada malam 1 Muharram atau sering disebut dengan malam 1 Sura memiliki makna spiritual sebagai perwujudan perubahan waktu yang diyakini akan berdampak pada kehidupan manusia.  

Seperti halnya tradisi Lampah Mubeng di Yogyakarta. Ritual yang dikenal juga dengan Mubeng Benteng ini merupakan simbol refeksi dan instropeksi diri orang Jawa pada malam 1 Suro. Ritual mubeng benteng ini dilaksanakan dengan cara berkeliling kawasan kompleks keraton pada malam hari sebagai wujud dari bentuk perenungan untuk selalu melakukan instropeksi diri.  

Selama mengelilingi benteng dalam ritual ini, semua peserta harus melakukan tapa bisu, tidak berbicara ataupun bersuara, serta tidak makan, minum, dan merokok. Tradisi ini terbuka untuk masyarakat umum yang ingin mengikutinya. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler